Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bilang Saja Kalau Peradaban Islam Tak Ada

29 Juli 2017   22:20 Diperbarui: 30 Juli 2017   02:08 3341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: maioz.com

Sikap para intelektual Barat memang suka buat bingung. Islam selalu disubordinasi, diremehkan, distigmatisasi, tapi kok anehnya peradaban Islam masih selalu jadi perhatian mereka? Saya tahu, saya pun tahu kalau tidak semua orang Barat bersikap antipati terhadap Islam.

Siapa sih yang memaknai, memberi nilai dan "membesarkan" suatu peradaban di mata dunia? Siapa lagi kalau bukan orang-orang Barat yang memang masih terkesan sebagai guru, kiblat, atau semacam nabi di mata dunia? Buat apa orang Islam membesar-besarkan peradabannya sendiri? Itu tak penting. Kan orang lain atau pihak lain yang melihat yang menilai sesuatu itu baik atau buruk; bukan pihak atau sesuatu itu sendiri.

Memang --terutama bagi saya-- dunia dan peradabannya saat ini hanya terbagi menjadi dua. Peradaban Barat atau peradaban Islam. Bahkan kalau harus mengidentifikasi Jepang, saya akan memasukkan Jepang ke dalam peradaban Barat walaupun secara geografis berada di Timur. Jadi peradaban Barat itu memang lebih luas --termasuklah anasir-anasirnya. Walaupun begitu, dalam hal intelektualitas, sebenarnya upaya adopsi dan adaptasi itu pun tetap terjadi. Orang Islam sekarang tidak lagi anti dengan perkembangan intelektual Barat.

 Bahkan kita tahu sendiri kalau para cendikiawan di jaman dulu, seperti Ibnu Sina dan para pemikir sebelumnya, pun mengadopsi dan mengadaptasikan produk intelektual Barat ke dalam keislaman mereka. Sebaliknya, hal itu pun terjadi pada Barat. Tapi rupanya kontribusi cendikiawan Muslim terhadap peradaban mondial masih juga disubordinasi dan belum dianggap apa-apa. Saya tak tahu apa ini juga implikasi dari pandangan terhadap ihwal keagamaan atau tidak.

Saya jadi bertanya: Sebenarnya peradaban Islam itu yang bagaimana sih? Atau, peradaban Barat itu yang bagaimana sih? Artinya, peradaban Barat memang lebih merupakan kombinasi dari berbagai kebudayaan maupun agama. Peradaban Barat lebih rame. Sedang peradaban Islam gimana? Peradaban Islam ya tetap peradaban Islam secara spesifik. Ketika seseorang menemukan suatu entitas-entitas kebudayaan yang bersifat parsial di suatu daerah, maka itu tetap diasosiasikan sebagai peradaban Islam tanpa menambah label daerah tersebut. 

Budaya itu kan hanya cara mengekspresikan intelektualitas dan spiritualitas --dalam hal ini yaitu keislaman-- suatu masyarakat pada suatu daerah. Budayanya mungkin bisa berbeda di Aceh, di Jawa, di Arab Saudi, atau di Turki. Tapi kalau asas, prinsip atau fundamennya sama, yakni Islam, maka wujud peradaban itu akan tetap terkesan Islami walaupun budayanya tadi berbeda.

Masalahnya, kalau memang Islam itu selalu diremehkan atau dibenci (seperti yang dikemukakan Edward W Said dalam bukunya Orientalisme), harusnya mereka tak usah merepotkan diri. Lho, kok susah-susah, bilang saja kalau peradaban Islam itu tak ada. Tak usah dimaknai, tak usah diekspos, tak usah dipelajari, tak usah dibicarakan, dan abaikan saja apa yang mau dibuat orang-orang Islam. Kan aneh kalau orang-orang Islam, agama, nabinya, kitab sucinya masih diinferiorisasi, tapi di sisi lain, kok masih saja dipelajari dan diperhatikan.

Tapi, barangkali ini pun tak terlepas dari perspektif dalam menilai sesuatu tadi. Mungkin orang-orang Barat masih memandang peradaban Islam berdasarkan agama dan masih akan selalu inheren. Berbeda dengan orang-orang Islam, termasuk saya, yang jelas memandang peradaban Barat berdasarkan sudut pandang kemanusiaan yang universal dan pluralistik. Menilai peradaban itu memang bukan soal agamanya kok. Agamanya itu di dalam, bersifat batiniah, tapi dialah esensi yang kemudian memperlihatkan entitas peradaban tanpa menghilangkan dirinya sendiri. Ibarat tubuh, agama itu jiwanya atau ruhnya. Sedangkan badan atau raga itulah peradabannya.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun