"Apa esensi hidup di dunia ini adalah menunggu?" tanya Saprol. Sayang tak ada yang menjawab.
"Kita menunggu sesuatu yang pasti terjadi. Kematian, misalnya. Tapi juga menunggu sesuatu yang mungkin tak akan datang. Katakanlah itu sebagai sesuatu yang diharapkan. Yang anehnya kita masih saja mengharapkan sesuatu yang belum jelas itu. Apa bisa dikatakan bahwa kita menunggu sebuah harapan?" katanya lagi. Tapi masiiiih juga tak ada yang menjawab.
Setiap orang barangkali menunggu sesuatu. Entah apa itu. Entah apapun itu. Pada foto-foto berikut saya jadi banyak menemukan aktivitas menunggu tersebut, yang juga berarti mengharapkan datangnya sesuatu.
Mungkin Saprol ada benarnya ketika dia menyebut "harapan". Bahwa ketika menunggu sesuatu yang diharapkannya, di situ ada optimisme. Tapi bagaimana dengan menunggu kematian? Bagaimana ketika seseorang mengharapkan kematian? Optimisme macam apa yang seperti itu? Menginginkan kematian agar selesai segala urusan di dunia. Ternyata di balik sebuah harapan juga ada keputus-asaan. Atau mungkin bisa dikatakan optimisme dan pesimisme berada di dalam sebuah harapan.
Foto seorang ibu yang berjalan membawa balon-balon menunjukkan apa yang dikatakan Saprol tadi. Foto itu saya ambil di alun-alun utara Jogja sehari setelah Idul Adha kemarin.
Balon-balon yang dibawanya menjadi sebuah umpan, menjadi sebuah perantara bagi apa yang diharapkannya. Mau itu disebut rezeki atau uang atau rahmat Tuhan, yang jelas itulah yang diharapkannya. Tapi di foto ini saya juga menyadari bahwa menunggu itu ternyata bukan hanya aktivitas diam.
Foto selanjutnya di atas juga saya ambil di hari yang sama. Diadakan Grebeg Besar waktu itu.
Tampak jelas ada seorang bapak, ibu dan seorang anak kecil, dimana mereka menunggu di depan pagar keraton. Karena memang pasukan-pasukan dari dalam keraton  sudah pada keluar sebagian dan masih akan keluar waktu itu.