Suasananya begitu sunyi pada malam itu. Sebuah lampu neon menyinari sepasang kursi dan meja, di mana lampu tadi tepat di atas mereka. Tak begitu terang, memang. Mungkin karena sudah begitu lama berjasa menerangi dunia, dan berjasa pula menghilangkan rasa takut bagi orang-orang yang takut gelap.
Tak ada suara apapun yang berarti, selain suara malam dan obrolan sepasang kekasih meja dan kursi yang sedang membahas soal pernikahan mereka. Si Meja berargumen dengan secara tegas berpegang pada prinsip hidupnya, sedangkan si Kursi berusaha mencari titik temu dari permasalahan mereka berdua.
"Kamu tahu kalau ini soal prinsip," kata si Meja. "Dan karena ini prinsip hidup, maka ini tak terlepas dari persoalan pola hidup atau gaya hidup kita masing-masing. Sedangkan kamu juga tahu kalau prinsip kita berbeda sama sekali."
"Aku tahu. Aku paham," balas si Kursi dengan nada yang tenang, seolah berusaha untuk tidak mengusik ketenangan malam. "Kita memang beda. Prinsip kita juga berbeda. Tapi apa hubungannya kalau tujuan kita sudah sama, yaitu menuju kepada jenjang asmara yang lebih tinggi, yaitu pernikahan?"
"Apa kamu mengira kalau prinsip hidup sama sekali tak ada hubungannya dengan kehidupan berumahtangga, hah?"
"Aku sama sekali tak menemukan koherensi yang erat antara prinsip hidup dengan pernikahan, yang implikasinya juga mungkin tak terlalu mempengaruhi."
"Pikirkanlah kembali, Sayangku," kata si Meja sambil tersenyum.
Aku, yang berada tak jauh dari mereka, dengan sebatang rokok di sela jariku, masih menikmati ketenangan malam itu dengan secara tak sengaja menguping pembicaraan mereka tadi.
Beberapa lembar makalah akademik dengan tiga judul berbeda ada yang sudah selesai kubaca, dan ada juga yang belum. Pikiranku sesekali menyentuh subjek yang dibahas pada makalah itu, yaitu pembahasan mengenai agama.
Ya, persoalan agama yang seringkali terkesan subjektif --berikut dengan klaim-klaim kebenarannya-- dan sangat sedikit pula yang mau berusaha untuk mengurai persoalan keagamaan dengan cara yang objektif yang itu bisa diterima secara universal --walaupun tentu tidak secara keseluruhan. Makalah-makalah tadi ku-print dari situs penulisnya yang sudah tiada. Dia seorang profesor.
Agama, yang berisi tentang larangan, yang itu seringkali dipersepsikan memaksa, sebagai sebagai suatu keharusan bagi sebagian orang. Ada pihak yang menilai norma-norma agama mutlak harus dipatuhi dengan tanpa mau memikirkan konsekuensi intrinsik dari norma-norma tersebut.