Bulan Ramadhan tak akan berakhir. Bulan Suci itu hanya soal waktu. Seseorang bisa saja mendatangkan kembali Ramadhan dalam dirinya setiap saat, setiap waktu, selamanya! Apa kita orang hanya sekedar berpuasa, berdzikir, memohon ampunan dan banyak shalat sunah cuma di bulan itu saja? Aku hadirkan selalu Ramadhan di hatiku! Dan aku tak mau melepasnya!
Orang macam apa yang begitu enaknya mengatakan "selamat menikmati akhir Ramadhan"? Anehnya, aku tak pernah dengar orang mengatakan "selamat menikmati Bulan Ramadhan". Pantas kalau Ramadhan kita anggap sebagai bulan yang menyiksa. Munafik. Kita munafik mengatakan bahwa kita menunggu-nunggu Ramadhan, dan di sisi lain, kita begitu senang ketika dia pergi. Lucunya lagi, setelah itu kita menyambut Lebaran dengan euforia. Ah, justru aku merasa kalau setelah lebaran-lah aku mesti berpuasa lagi.
Tidak. Tak ada kata selesai. Bagaimana bisa aku menganggap selesai dan puas dengan dosaku yang bertumpuk-tumpuk yang aku belum tahu Tuhan sudah mengampuninya atau belum. Bagaimana bisa aku puas dengan hanya sholat wajib kalau aku merasa sholatku pun masih berantakan tanpa aku bisa merasakan kehadiranNya. Lalu dengan apa aku menambal kebohongan, kekotoran ibadahku kalau bukan dengan istighfar?
Aku malu ketika tahu bahwa Abu Hurairah beristighfar sebanyak 12.000 kali sehari.
Bukan, bukan di sini kehidupan itu. Di sini bukan kehidupan dan tak layak disebut kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H