Apakah pekerjaan kita membuat kita lebih berharga atau lebih bangga? Atau sebaliknya, kita malah malu mengungkapkan apa pekerjaan kita, dimana kita bekerja, dan bagaimana suasana pekerjaan di kantor kita.
Self-esteem adalah tingkatan seseorang menyukai, menghargai, dan dipuaskan dengan dirinya. Self-esteem juga diartikan sebagai keyakinan seseorang menilai dirinya berdasarkan pada evaluasi diri secara umum. Self-esteem berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menilai diri dan citra diri. Orang dengan self-esteem lebih tinggi memiliki sikap, perasaan, dan kepuasan hidup yang positif dan tidak terlalu cemas, putus asa dan depresi. Orang yang memiliki self-esteem tinggi menangani kegagalan dengan lebih baik daripada orang dengan self-esteem rendah. Jika self-esteem Anda rendah dan Anda tidak percaya dengan kemampuan berpikir Anda, maka Anda mungkin takut mengambil kesimpulan, lemah dalam bernegosiasi dan keahlian interpersonal, serta menjadi malas dan tidak dapat berubah.
Orang yang memiliki self-esteem tinggi memandang diri mereka berharga, mampu, dan layak diterima oleh siapapun. Biasanya orang tipe ini selalu berkata pada dirinya, "saya merasa saya berharga sama seperti yang lain". Sebaliknya, orang dengan self-esteem rendah akan berkata, "saya tidak memiliki sesuatu yang dibanggakan". Penting juga diperhatikan bahwa self-esteem (harga diri) yang dimaksud di sini bukanlah harga diri yang cenderung mengarah pada kesombongan.
Lalu apa hubungannya self-esteem dengan pekerjaan kita? Seseorang yang tidak mendapat pekerjaan alias pengangguran mungkin lebih memahami hubungan self-esteem dengan pekerjaan. Di zaman modern ini, pekerjaan telah menjadi bagian identitas. Budaya kita juga mendukung hal ini. Harga diri seseorang kadang dilihat dari jenis pekerjaannya.
Pekerjaan bukan lagi sekadar pekerjaan saja. Tetapi menjadi tempat yang kita tuju setiap hari, sarana kita memperkenalkan diri, tempat kita unjuk kemampuan, dll. Seringkali pekerjaan menjadi kebanggan kita. Ketika ada orang yang bertanya pada kita, "bekerja di mana?", "apa pekerjaanmu?", atau "bagaimana tempat kerjamu?", kira-kira bagaimana respon kita? Apakah kita merasa bangga? Jika bangga, maka tanpa sadar telah memengaruhi harga diri kita. Kita merasa telah melakukan sesuatu, kita merasa berharga sama seperti yang lain, bahkan lebih dari yang lain. Namun, bisa saja terjadi kita tidak bangga sama sekali dengan pekerjaan kita.
Salah satu teori motivasi yaitu teori hierarki kebutuhan Maslow menunjukkan bahwa kebutuhan akan harga diri (self-esteem) berada pada tingkat keempatsatu tingkat di bawah aktualisasi diri, tingkat tertinggi. Kebutuhan akan harga diri (self-esteem) mencerminkan keinginan untuk dihargai setinggi-tingginya oleh orang lain. Kebutuhan ini terpenuhi melalui prestasi, kompetensi, status, dan pengakuan atas pencapaian. Kebutuhan ini sangat bisa diperoleh melalui pekerjaan. Dengan kata lain, ada hubungan antara self-esteem dengan pekerjaan.
Dalam konteks sekolah, guru juga menginginkan terpenuhinya kebutuhan akan harga diri. Pengakuan akan pekerjaan, prestasi, kompetensi, dan pencapaian lainnya. Oleh karena itu, agar guru bangga akan profesinya, kinerjanya meningkat, maka penting sekali untuk memerhatikan self-esteem seorang guru. Manajemen sekolah harus bisa merancang program yang menumbuhkan dan meningkatkan self-esteem guru. Dengan begitu, seorang guru menilai dirinya berharga sehingga semakin meningkatkan kinerjanya. Tidak hanya itu, guru juga akan betah di sekolah karena sekolah merupakan kebanggaannya, menjadi bahan cerita kepada orang lain, menjadi tempat berkembangnya karier.
Apa yang mendorong dan mempertahankan harga diri orang dewasa bukanlah bagaimana orang lain menghadapi kita, melainkan bagaimana kita menghadapi tantangan hidup. Oleh karena itu ada 6 pilar dari harga diri:
- Hidup secara sadar (live consciously).
- Terima diri anda (be self-accepting)
- Bertanggung jawab secara personal (take personal responsibility)
- Bersikap tegas (be self-assertive)
- Hidup dengan tujuan (live purposefully)
- Miliki integritas personal (have personal integrity)
Referensi:
Fred Luthans. Perilaku Organisasi. Penerbit Andi.
Hoy & Miskel. Educational Administrational. McGraw-Hill
Kreitner & Kinicki. Organizational Behavior. McGraw-Hill.
Wibowo. Perilaku dalam Organisasi. Rajawali Pers.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H