Mohon tunggu...
dewan -
dewan - Mohon Tunggu... -

Tinggal di Medan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Milikku Hanya Ketakutan, Tidak Ada yang Lain

20 Agustus 2010   19:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:51 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap titik adalah tetesan air yang cipratannya adalah keberlimpahan makna yang tak akan berubah menjadi murka meski tingkahku dekat dengan kecerobohan. CintaNya selalu mendahului amarahNya. Setiap detik adalah pertanda yang tak mudah kupahami dengan segala keterbatasan yang ada. Khayalanku lebih dulu kehabisan tenaga sebelum sampai di tempat yang kukehendaki.

Jadikanlah aku! Jadikanlah aku! Jadikanlah aku dengan keputusan yang menentukan bentukku. Setelah kumpulan kerikil bercampur dengan semen dan pasir. Seandainya aku memiliki sesuatu yang berharga, itu adalah satu-satunya. Sesuatu itu barangkali lebih halus daripada sebutir pasir. Hanya iulah dan tiada yang lainnya. Kusodorkan dengan rasa malu yang tiada tara ketika sesuatu itu remuk redam. Mau bagaimana lagi.

Aku tak ingin bernafas. Kalaupun bernafas, itu kulakukan dengan sangat berhati-hati. Itupun sesekali. Tentu Kau tahu kenapa. Aku takut sesuatu itu akan berterbangan oleh hembusan angin yang keluar dari hidungku. Ia mudah terhempas oleh udara yang bergerak sangat pelan. Ia kugenggam. Kukatupkan jari tanganku supaya ia tak lepas.

Ketika sesekali aku berhenti di suatu tempat, kucoba melihat lagi apa yang ada dalam genggamanku. Sungguh mataku tak melihat apapun kecuali telapak tanganku yang berkeringat. Bintik-bintiknya berkilatan dan dan jantungku berdegup lebih kencang. Tak bisa kuatur nafasku lebih baik. Sesuatu itu hilang!!

Kepada siapa aku bertanya? Dimana sesuatu itu menghilang? Hanya bintik-bintik keringat di telapak tangan. Aku jadi ragu. Apakah yang kumiliki? Adakah sesuatu itu? Adakah yang menghilang? Bukankah tidak mungkin sesuatu itu menghilang jika sesuatu itu tidak pernah ada? Atau hanya bintik-bintik itu yang kumiliki? Aku semakin ragu. Apakah bintik-bintik itu bisa menempel pada partikel-partikel yang lebih halus dan ringan daripada sebutir pasir tadi padahal dengan itulah aku mungkin akan terbentuk?

Dan aku terhempas oleh sesuatu yang lain. Adalah keputusanMu yang menentukan dimana aku akan terjatuh. Aku ketakutan. Mungkin ketakutanlah yang kumiliki, tak ada yang lain. Mungkin. Siapa yang memberikan ketakutan itu? Dari mana asal ketakutan itu kalau bukan dari Yang Memiliki? Apakah ketakutan itu beralasan sebelum ditemukannya identitas? J.D, belepotan aku jadinya.

Tapi, jadikanlah aku! Jadikanlah aku! Jadikanlah aku sesuatu yang layak melakukan sesuatu untuk mempersiapkan kedatangannya yang dinantikan Para Pemilik Cinta Abadi. Jadikan aku sesuatu yang bisa menambal kantong air yang terkoyak ditembus anak panah para pendosa. Jadikan aku selembar kain -atau sehelai benang rapuh di dalamnya juga tak apa- yang lebih dulu robek dan putus sebelum pedang terkutuk menyentuh kulitnya. Atau, jadikan aku sebagian darinya, di mana saja, yang ikut terluka dan terpotong-potong demi menolak kehinaan!!

Jika itupun tak memungkinkan aku menjadi sesuatupun, dengan ketiadaan kepemilikan, aku bermohon padaMu, jadikan aku manusia yang kau pilihkan tempatnya bersama para pengikutMu.

SatuDewan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun