Mohon tunggu...
Darius Tri Sutrisno
Darius Tri Sutrisno Mohon Tunggu... Pramusaji - Penjaga warung kopi samiroto

Sadar belum tentu obyektif ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kesunyian Seorang Buruh

15 Juni 2019   09:03 Diperbarui: 15 Juni 2019   09:41 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh pabrik garmen berjalan keluar pabrik di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (20/2/2017). - Antara/Yulius Satria Wijaya 

Suara gaduh mulai terdengar. Bagaikan air yang mampu mengisi ruang-ruang terkecil. Suaranya merasuk dengan perlahan. Mengelus-elus gendang telinga. Kemudian mengeras dan semakin keras---memenuhi semua bagian indera pendengar. Ini ialah tanda dari mata harus dibuka lebar-lebar untuk memulai segala sesuatunya lagi.

Suara pertama ialah kucing mengejar mangsa. Kedua, suara pintu yang terbuka dan menutup kembali. Ketiga, suara barang pecah-belah. Keempat, suara orang berjalan. Kelima, pintu tertutup tidak terbuka lagi. Keenam, suara anak kecil menangis. Ketujuh, teriakan tetangga. Kedelapan, suara orang seakan meminta sesuatu. 

Lalu, yang kesembilan motor yang baru dinyalakan. Dan kesepuluh, suara dari sebuah alarm. Terakhir atau yang kesebelas ialah ajakan dari seseorang untuk segera bangun.

Matapun terbuka namun terlampau lengket untuk dibuka sempurna. Berjalan terseok-seok menuju kamar mandi dan tertidur di bangku panjang karena lamanya mengantri. Maklum, kamar mandi hanya disediakan tiga oleh pemilik kos. Demikian akan membuang-buang waktu dengan jumlah penghuni empat kali lipat dari jumlah kamar mandi. Ini yang membuat bangun lebih dini adalah keharusan.

Mendapatkan kos dengan harga 300 ribu sebulan sangatlah mungkin apabila di daerah padat industri. Mau tidak mau pendapatan buruh tetap menjadi tolok ukur segala kemungkinan bisnis. Termasuk bisnis kos-kosan.

Badan bersih dan kini tinggal berpakaian. "Seragam keagungan dimanakah engkau! Kemarilah, aku membutuhkanmu lagi!" Tumpukan baju dimana-mana dalam ruang tidur yang hanya sepetak. Dinding berwarna hijau tua, membentuk lubang, berbentuk abstrak, dibentuk kelembaban alam dan tembok yang terbilang tidak kedap alam. "Ketemu!" Seragam biru pucat itu ketemu.

Seragam itu dipakai---yang kemarin hari juga sudah dipakai. Memang, dua hari sekali baru berganti baju karena jatah seragam hanya tiga helai untuk masing-masing pekerja.

Semua sudah siap. "Apakah sarapan dulu ya. Tapi tidak sempat. Langsung saja ke pabrik." Berjalan sepuluh menit menuju halte. Menunggu lagi sekitar lima menit dan bus sudah penuh sesak. Berdesakan jadi tak terelakan.

Dalam perjalanan semua menoleh kanan kiri. Tampak semua seperti sedang beradu cepat menjemput rejeki. Bunyi klakson saling menyahut membentuk sebuah nada tak karuan. Memusingkan kepala dan dengan gampang mengikis kebahagiaan seseorang. 

Di sudut lain terlihat segerombolan orang yang berbaris menyimak instruksi di depan satu orang mandor proyek. Di kejahuan ada keluarga dengan dua orang anak yang lucu-lucu. Mereka cukup bahagia jika dilihat dari suasana hangat yang dipancarkan. Mereka menaiki mobil lalu pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun