Tanggal 15 Oktober 2018, Dalang wanita zaman now, Lisa Tunjungbiru dalam rangka tujuan uri-uri melestarikan budaya leluhur, melakukan Napak Tilas Sejarah Makam Pangeran Dipoyono dan makam Pangeran Branjangan. Hal ini selaras dengan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Menurut UU Pemajuan Kebudayaan menjelaskan bahwa Negara memajukan Kebudayaan Nasional di tengah peradaban dunia dan menjadikan Kebudayaan sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa demi terwujudnya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Amandemen Ke-IV Tahun 2002.
Nyai Lisa Tunjungbiru bersama Satriya Nugraha,S.P ; Bapak Heri Wahono Sedayu Turen, dan Bapak Khoirudin melakukan napak tilas sejarah mbah Pangeran Dipoyono, mbah Pangeran Branjangan di Bukit Gunung Mulyo Jati, Desa Gedhog Wetan Kecamatan Turen, Kab. Malang. Nyai Lisa Tunjungbiru melakukan ritual doa yang ditujukan kepada Alloh supaya leluhur diampuni Tuhan selama masa hidupnya.
Berdasarkan Obyek Pemajuan Kebudayaan, maka keberadaan makam mbah pangeran dipoyono termasuk kategori adat istiadat. Adat istiadat ritual kirim doa setiap malam jumat di lokasi makam mbah dipoyono sering dilakukan oleh warga masyarakat Desa Talok Kecamatan Turen, bukan dari masyarakat Desa Gedhog Wetan sendiri.
Kemudian kekosongan kekuasaan diisi oleh Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit meneruskan Kerajaan Singhasari. Sedangkan menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan Raden Wijaya yang bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana, terjadi pada tanggal 12 November 1293.
Demikianlah uraian singkat sejarah Mbah Pangeran Dipoyono dan Mbah Pangeran Branjangan. Mari kunjungi dan lestarikan budaya sejarah Mbah Pangeran Dipoyono, Pangeran Branjangan (SN).
Oleh :