Mohon tunggu...
Juson Simbolon
Juson Simbolon Mohon Tunggu... Dosen - Pekerja

_Kata adalah senjata, foto adalah nada_ Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikkan dan kejahatan) - QS. Al-Balad Ayat 10 Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan - Amsal 18 ayat 12

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saya Amuba

26 September 2024   16:05 Diperbarui: 26 September 2024   16:35 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Konsolidasi Relawam KDM

Satu hari lalu saya menerbitkan tulisan opini dengan judul "Mengelola Grup Facebook Fans KDM" Isinya tentang data-data digital perkembangan interaksi netizen di sosial media tentang Kang Dedi Mulyadi. Khususnya grup Facebook yang saya kelola bersama tiga teman lainnya.

Usai tulisan itu terbit. Tidak lama berselang, seorang teman saya di Facebook memberikan tanggapan. Sebenarnya dia bukan saja teman. Lebih dekat dari sekedar teman. Dia merupakan junior saya (dalam arti usia masuk kampus) di salah satu Perguruan Tinggi swasta Kota Medan. Tepatnya di Fakultas Teknik Industri, Program Studi Teknik Mesin. Meskipun saat ini nasib kampus itu telah ditutup Kementerian Nadiem Makarim. Kami tetaplah satu almamater.

Nama sahabat saya di Facebook Fanji Ahmad Hakiki Daulay. Saya panggil saja Bung Daulay. Agar anak Medan nya sedikit lebih kontras.

Walau kami sama-sama dari Fakultas Teknik, tetapi memiliki ketertarikan pada isu-isu politik. Hal itu bisa jadi karena saat masih aktif di bangku kuliah, saya dang Bung Daulay sama-sama aktif pula di organisasi Kemahasiswaan.

Tanggapan Bung Daulay di kolom komentar berada pada urutan ke tujuh. Esensi komentar Bung Daulay sebenarnya penegasan bahwa peran kapitalisasi influencer dan milenial sangat penting dalam meningkatkan popularitas Ganjar Pranowo. Menurutnya apa yang saya tulis dalam opini tentang netizen dan Kang Dedi Mulyadi, telah dilakukan Ganjar Pranowo sejak dua tahun lalu.
Komentar lengkap seperti ini. "Kapitalisasi dari influencer itu sangat penting, lalu face to face kaum milenial (komunitas mahasiswa) Ganjar sejak 2 tahun lalu sudah lakukan ini"

Dok. Konsolidasi Relawam KDM
Dok. Konsolidasi Relawam KDM
Memang, saya tidak mengajak Bung Daulay untuk diskusi lebih dalam. Tetapi saya membalas dengan penjabaran bernada informatif dengan muatan metaphor sekaligus humor. Balasan saya seperti ini. "Siap. Dan bagian dari situ pula, cuma membelah diri seperti Amuba berkembang biak"  lalu komentar saya tutup dengan kode tertawa.

Saling balas komentar berjalan semakin jauh dan penuh tawa. Tetapi yang ingin saya sampaikan tentang Amuba ialah sifat gerakan itu sendiri. Yaitu membelah diri untuk membangun partisipasi baru dalam demokrasi. Sebab bagai saya, esensi demokrasi adalah soal partisipasi bukan mobilisasi.

Berada pada poros diskusi digital Ganjar Pranowo sudah bagian tidak terpisahkan dari jejak digital saya. Bahkan jauh sebelum Ganjar Pranowo. Sejak tahun 2013, lewat kemunculan Joko Widodo saya bersama teman-teman sudah terlibat aktif di media sosial. Media sosial sebagai alat kapitalisasi isu, sekaligus media penghubung dengan teman-teman dalam momentum politik telah kami gunakan. Saat itu kehadiran Joko Widodo menjadi inspirasi baru bagi banyak kelompok melek politik.

Kehadiran Joko Widodo, memberikan energi baru dalam mendorong partisipasi publik dalam politik. Khususnya saat pemilihan Presiden. Sekaligus upaya memulai "pembunuhan" terhadap terminologi politik klan "darah biru" dan "anak kost" dalam partai berlabel demokrasi.

Pertanyaannya mungkin begini. Lalu kenapa pembelahan diri sebagaimana sifat Amuba memilih keluar dari kapitalisasi digital figur Ganjar Pranowo lalu memilih Kang Dedi Mulyadi?

Jawaban sederhananya begini. Saat ini Ganjar Pranowo telah berada pada posisi "dikerumuni" banyak pemain mobilisasi. Bukan penggerak partisipasi. Menurut saya, di belakang nama Ganjar Pranowo telah berdiri lingkaran pemain mobilisator yang memiliki agenda politis bisa jadi pragmatis.

Dok. Aktivitas Juson Simbolon
Dok. Aktivitas Juson Simbolon
Apakah itu salah? Tentu saja tidak. Realitas politik selalu demikian. Tetapi kondisi itu menyebabkan seorang figur tersandera oleh kepentingan para mobilisator sekaligus donatur, yang telah bekerja jauh-jauh hari. Situasi demikian pula menyebabkan seorang figur tidak lagi dilihat dari kinerjanya, atau prestasi-prestasi besarnya dalam menyelesaikan permasalahan rakyat. Yang terlihat akhirnya seberapa "kinclong" seorang figur dipoles para mobilisator.

Namun keberadaan Ganjar Pranowo tetap saja memberi dampak positif di sisi yang lain. Yaitu dari sisi lanjutan "pembunuhan" politik feodalisme. Kemunculan Ganjar Pranowo jauh lebih baik dibanding kemunculan figur politisi yang lahir dan besar atas suapan nasi dengan "sendok perak" sepanjang hidupnya.

Logikanya begini, bagaimana mungkin seorang yang tidak pernah menjadi warga biasa dan hidup dalam keterbatasan bisa mengerti apa itu penderitaan rakyat? Untuk itulah Ganjar Pranowo dan Joko Widodo memiliki latar belakang yang hampir sama.
Kembali ke Amuba membelah diri. Lalu kenapa memilih Kang Dedi Mulyadi? Jawaban peralihan pilihan itu sudah saya jelaskan di alinea sebelumnya.

Alasan-alasan sosiologis, politis dan demografis juga telah dijabarkan dalam beberapa opini sebelumnya.
Sebagai tambahan, di luar konteks sosiologis, demografis dan personal KDM. Saya ingin sampaikan bahwa membangun demokrasi mestinya tidak hanya urusan mobilisasi. Tetapi bagaimana membangun partisipasi secara terus-menerus dengan isu-isu spesifik di tengah rakyat. Seperti isu lingkungan, kelestarian alam, ancaman krisis pangan, penguasaan lahan negara secara ilegal, serta penguasaan lahan oleh segelintir orang.

Selama saya mengenal Kang Dedi Mulyadi, isu-isu mendasar ini concern KDM dalam berbagai kesempatan. Baik lewat kerja-kerja politik di DPR RI, maupun sebagai personal. Tentu saja mendukung gagasan-gagasan KDM adalah langkah terbaik saat ini. Dan Itu pula sebabnya saya menjadi Amuba dalam konteks kerja-kerja digital.

Selain hal-hal panjang yang telah saya jabarkan di atas. Memang saya harus akui, saya ini Amuba. Singkatan dari Anak Muka Batak, bukan Anak Muka Badak. Hahaha

Jakarta 17 Juli 2022
Terima kasih
Rahayu..!!

Juson Simbolon
Amuba Fans KDM

#KDMharapanrakyat
#kangdedimulyadi
#dedimulyadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun