Di era modernisasi, ternyata masih ada beberapa sudut di Indonesia yang menyimpan jejak sejarah yang begitu kuat. Salah satunya adalah Rumah Adat Panjalin, yang di bangun sejak abad ke-17 .Sebuah bangunan kuno yang berdiri megah di Kabupaten Majalengka, provinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Panjalin Kidul, Kecamatan Sumberjaya. Rumah adat ini bukan sekadar bangunan tua, melainkan sebuah warisan budaya yang sarat makna dan menyimpan kisah panjang perjalanan sejarah.
Keunikan arsitektur rumah adat panjalin
Rumah Adat Penjalin hampir menyerupai rumah kayu Minahasa, Sulawesi Utara dari segi bentuk bangunan.Secara fisik, rumah ini termasuk dalam kategori rumah panggung.Rumah adat Panjalin terdiri dari dua ruangan yang memiliki luas yang sama, yaitu ruang depan dan ruang dalam.Â
Ruang dalam berfungsi sebagai ruang keluarga. Terdapat penyekat yang berfungsi sebagai pemisah diantara kedua ruangan tersebut yang terbuat dari papan kayu. Sedangkan langit-langit rumah dilengkapi dengan karya seni geometris.
Salah satu keunikan Rumah Adat Panjalin adalah struktur bangunan yang hampir seluruhnya terbuat dari kayu. Bahkan yang lebih menakjubkan lagi, rumah ini dibangun menggunakan satu batang pohon jati raksasa.Â
Bahkan akar pohon tersebut masih terlihat di bawah bangunan. Arsitektur rumah panggung dengan 16 tiang penyangga ini juga menjadi salah satu ciri khas yang membedakannya dengan rumah adat lainnya.
Sejarah rumah adat panjalin
Sekitar abad ke-17 atau 300 tahun silam, rumah adat Panjalin dibangun oleh Raden Sanata. Ia adalah keturunan Talaga yang berguru di pondok pesantren Pager Gunung. Nama 'panjalin' berasal dari kata penjalin yang bermakna 'Hutan Rotan'.Â
Raden Sanata memiliki istri bernama Seruniyang, yang merupakan putri dari sesepuh Kampung Penjalin, yaitu Raja Syahrani. Raja Syahrani adalah keturunan Cirebon yang menetap, meninggal, dan dimakamkan di Panjalin.Â
Beliau juga berkegiatan menyebarkan agama Islam di tempat ini, sehingga rumah adat ini termasuk peninggalan dari masa Islam.Sepeninggal Raden Sanata, kepemilikan rumah tersebut dilanjutkan secara turun-temurun oleh anak-cucunya sebagai ahli waris.