Mawar, sebuah bunga yang tampak begitu cantik, anggun, bahkan agung, tapi juga angkuh. Sebagaimana bunga yang lain, ia juga berasal dari sebuah bakal bunga yang tidak indah. Tapi seiring waktu, tahapan demi tahapan ia lalui hingga ia menjadi demikian cantik dan anggun. Hanya saja berbeda dengan bunga yang lain, sang mawar tidak mencukupi dirinya dengan kecantikan dan keanggunannya saja. Inilah yang membuatnya begitu istimewa...
Sang mawar memoles lagi dirinya dengan duri-duri yang tajam. Yang siap menggores daging siapapun yang mencoba menyentuhnya. Hingga selain cantik dan anggun, mawar juga agung karena kewibawaannya dibalik kecantikan itu. Bahkan tak sampai disitu. Dengan warna semerah darah, tangkai hijau ramping berduri, ia membuat dirinya terpandang sebagai yang angkuh. Angkuh terutama dengan kemerahan yang pekat itu.
Tapi dibalik semua itu, mawar tetaplah mawar...
Dibalik keagungan dan keangkuhannya, ia adalah bunga yang cantik dan anggun. Ia adalah bunga sebagaimana bunga yang lain. Ia adalah keindahan.
Keistimewaan mawar adalah karena, sekalipun ia cantik dan anggun, ia tidak mau dipandang sebagai yang cantik dan yang anggun. Ia ingin dipandang sebagai yang angkuh pula, demi tersembunyinya kecantikan itu. Subhanallah...
Jika bukan untuk Allah, untuk siapa lagi ia menyembunyikan kecantikannya dibalik keangkuhan? Sebagian manusia menyadari itu dan mulai memetiknya, memujinya. Tapi sang mawar tidak mau menyerahkan dirinya untuk manusia, hingga jemari manusia itu tergores oleh durinya, darahnya membasahi seluruh tangkainya. Jemari itu kembali tertarik dan enggan memetik.
Mawar-mawar berlumuran darah, takkan pernah dipetik. Ia tumbuh lalu jatuh dan mati. Dari tiada kembali ke tiada. Ia hanya menyerahkan dirinya, untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H