Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah populasi terbesar di dunia. Mengutip data yang diambil dari jurnal yang berjudul Bonus Demografi sebagai Peluang Indonesia dalam Percepatan Pembangunan yang ditulis oleh Agus Yulistiyono dan kawan-kawan, berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020 total jumlah penduduk di Indonesia adalah sekitar 270,20 juta jiwa.Â
Dari setiap jiwa tersebut, setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan umur, jenis kelamin dan juga posisi mereka. Namun pada era saat ini kebanyakan orang lebih sering untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup mereka dari pada kebutuhan hidup mereka sendiri.Â
Menurut Kotler (2002:192) Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup sendiri merupakan sebuah hal yang dilakukan seseorang atau sikap yang membuat seseorang terlihat berbeda dengan orang lain. Gaya hidup sendiri dapat menjadi sebuah identitas dan menunjukan perilaku orang tersebut.Â
Kebutuhan hidup sendiri merupakan hal-hal pokok yang dapat menunjang keberlangsungan hidup seseorang. Namun apa jadinya bila seseorang lebih mementingkan pemenuhan gaya hidup mereka dibanding dengan memenuhi kebutuhan mereka?, hal ini akan menyebabkan sebuah perilaku yang boros serta konsumtif yang tidak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.
Pada saat ini kebanyakan orang lebih mementingkan gaya hidup mereka hal ini disebabkan karena ketakutan orang tersebut akan pandangan sosial dan takut tidak diterima oleh lingkungan mereka, karena mereka tidak bisa mengikuti perkembangan gaya hidup orang-orang yang seiring berjalannya waktu semakin tinggi.Â
Padahal antara kebutuhan dan gaya hidup seseorang itu sendiri tidak bisa disamaratakan karena hal itu menyesuaiakan dengan kondisi orang-orang tersebut. Misalkan pada kehidupan mahasiswa dimana sudah menjadi standar bagi mereka untuk memiliki gawai.Â
Namun terdapat golongan yang memilih gawai dengan merek ternama dibandingkan dengan gawai yang standar, padahal gawai yang standar itu sudah memenuhi kebutuhan mereka.Â
Hal ini memicu sebuah gaya atau pandangan dimana bahwa setiap mahasiswa itu harus memiliki gawai dengan merek ternama itu agar mereka dapat masuk pada golongan mahasiswa tersebut dimana ada sebagian orang yang berusaha mengejar gaya tersebut padahal kemampuan ekonominya tidak dapat memenuhi itu.Â
Hal itu dapat membuat ia rela mengorbankan kebutuhan pokoknya demi memenuhi gaya hidupnya. Lalu ada juga orang yang mementingkan gaya hidup namun tidak sesuai dengan kondisi dan umur orang tersebut. Misalnya ada anak sekolah menengah pertama yang meminta kepada orangtuanya untuk difasilitasi kendaraan bermotor. Hal ini jelas merupakan sebuah gaya hidup yang bahkan melanggar hukum dan dapat membahayakan bagi orang tersebut maupun orang lain.
Sebetulnya gaya hidup yang melampaui kebutuhan ini dapat diminimalisir, terutama kita sebagai mahasiswa yang merupakan generasi muda yang memiliki pemikiran-pemikiran kritis pada realita dan fenomena yang terjadi.Â
Dengan cara melakukan komunikasi dan kolaborasi kepada orang tua serta tenaga pendidik seperti melakukan sosialisasi yang bertujuan memberikan pemahaman bahwa gaya hidup itu harus menyesuaikan dengan kebutuhan yang memiliki kesan tidak menjatuhkan. Selain itu juga kita dapat menciptakan gerakan yang mengajak generasi milenial untuk bersikap bijak terhadap gaya hidup dan kebutuhan.