Mohon tunggu...
Satria Sambijantoro
Satria Sambijantoro Mohon Tunggu... -

economics student at University of Indonesia and contributor of The Jakarta Post newspaper. http://puterasatria.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bukan Uang Sogokan; hanya Titipan dari Kantor

12 Juli 2013   15:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:39 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Maaf Mas Satria, ini saya mau ngasih titipan dari kantor,” pegawai instansi pemerintahan terkemuka di Indonesia itu berkata sambil menyerahkan sebuah amplop dari tas pinggangnya, tepat ketika sampai di depan pintu kamar hotel. Waktu itu, saya sedang menginap di salah satu hotel yang cukup mewah untuk meliput acara instansinya.

Sayapun langsung paham mengapa dia sudah mengikuti sejak dari lobi hotel. Saat itu, saya sedang berjalan kembali ke kamar dan sang pegawai itu mengikuti saya, mengajak ngobrol sepanjang perjalanan dari lobi ke depan pintu kamar, sesuatu yg awalnya terlihat aneh.

Hal-hal seperti itu merupakan konsekuensi dari pekerjaan saya sebagai jurnalis.

Pernah lain waktu, saat saya sedang meliput acara salah satu kementrian lain dan, ketika baru sekitar setengah jam beristirahat di dalam kamar hotel, mendadak seorang petugas salah satu kementrian itu mengetuk pintu dan masuk “Mas, ini uangnya, tanda tangan disini ya,” katanya sambil menunjuk kertas bertuliskan Uang transport wartawan - Rp 1.5 juta per orang.

Atau pernah juga ketika saya sedang meliput konferensi pers suatu bank terkemuka di Indonesia, lalu di dalam goody bag nya yang dibagikan kepada para jurnalis, saya menemukan setumpuk uang lima puluh ribuan.

Tidak terasa sudah hampir dua tahun saya bekerja di industri media dan sangat banyak pengalaman menarik yang bisa saya ceritakan. Salah satunya adalah beberapa pengalaman diatas, tentang bagaimana besarnya godaan materi yang dapat menggoyahkan idealisme saya dalam menjalankan profesi ini.

Di Indonesia, jurnalis seringkali adalah profesi yang dianggap rendah di masyarakat, tetapi sebenarnya mereka cukup berpengaruh. Jurnalis dapat diibaratkan sebagai gamemaker dalam buku Hunger Games, yaitu seseorang yang bertugas untuk mengemas “perang” semenarik mungkin ke penontonnya, dan seringkali memiliki pengaruh untuk menentukan hasil akhir dari suatu pertarungan.

Di dalam Hunger Games, dikisahkan bahwa peserta yang mendapatkan simpati paling banyak dari penonton akan mendapatkan keuntungan besar dalam perlengkapan, sehingga dapat memenangkan pertandingan. Dalam hal ini, gamemaker lah yg memiliki otoritas membentuk opini publik, selain dari menentukan perlengkapan, senjata dan alur medan pertarungan.

Jika dikaitkan dalam konteks industri media, banyak peserta berusaha mendekati – atau bahkan sampai menyogok –sang gamemaker agar mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dalam pertarungannya.

“Masih mending kamu Sat, nanti saat nama kamu sudah semakin besar, mungkin mereka bisa saja menyogok kamu dengan mobil, atau bahkan wanita,” kata seorang editor saya sambil tertawa, ketika saya menceritakan pengalaman-pengalaman itu. Bahkan, bos saya itu mengaku satu waktu pernah menolak tas besar berisi uang sogokan Rp 500 juta dari salah satu instansi pemerintahan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik pernah berkata bahwa salah satu alasan dibubarkannya regulator BP Migas adalah karena institusi tersebut tidak bisa memperlakukan wartawan dengan benar dan tidak pernah “mentraktir mereka makan siang”. Hal ini mengakibatkan BP Migas mendapatkan publikasi negatif di masyarakat dan keberadaannya ditentang karena dicap pro-asing. Kalimat sang menteri ini memang lantas dicabut dan beliau meminta maaf karena pernyataannya yang dianggap melecehkan profesi jurnalis, tapi saya rasa argumennya ada benarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun