Mohon tunggu...
Erik Budi Santiko
Erik Budi Santiko Mohon Tunggu... -

Orang Indonesia yang ingin menjadi aktor perubahan Indonesia menjadi lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pertandingan "Tawuran SMA"

29 September 2012   04:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:30 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Melihat pemberitaan yang sekarang ini lagi hangat diperbincangkan yaitu tawuran, ini merupakan bentuk kegagalan negara(dunia pendidikan) membangun mental dan pribadi anak-anak. Sejatinya, pendidikan itu memanusiakan manusia, bukan menghewankan atau merobotkan  manusia. Belajar di dunia pendidikan seharusnya bukan hanya  mengasahkan rasio dan menambah ilmu yang dimiliki, tapi membentuk diri  menjadi lebih beretika dan berhamoni dengan lingkungannya. Ciri sekolah yang sepatutnya dibangun adalah mampu membentuk karakter baik yang kuat dari teladan-teladan guru-gurunya. Menfasilitasi hobi dan bakat peserta didik juga merupakan ciri institusi pendidikan berkualitas.

Keinginan peserta didik memukul siswa sekolah lain untuk pembuktian diri harusnya dilihat sebagai suatu yang perlu diakomodasi dengan benar. Tidak adanya media atau ruang yang jelas bisa menghasilkan pertarungan brutal yang biasa disebut tawuran. Parahnya, tawuran mampu memakan korban karena ada yang membawa barang tajam dan menusukkan ke lawannya.

Salah satu solusi yang bisa ditawarkan disini adalah membentuk pertandingan tawuran secara institusional dan tegas. Para siswa dapat menyalurkan hobi mereka ini melalui pertandingan tawuran setingkat (SMP vs SMP dan SMA vs SMA/SMK). Peserta per sekolah dibatasi sampai 100 orang. Pakaian kawan berwarna sama, sedangkan lawan berbeda. Tegas berarti adanya surat kesepakatan sebelum pertandingan tawuran dilangsungkan. Dalam surat tersebut, ada perjanjian tidak boleh membawa barang tajam dan dilarang memukul bagian vital lawan di atas materai bertanda tangan untuk setiap peserta. Pelanggaran perjanjian dikenakan sanksi sesuai yang tertulis dalam surat kesepakatan tersebut. Rekaman visual harus ada untuk memantau pelanggaran yang mungkin terjadi.

Ini bukan bermaksud untuk mendukung, tapi ini langkah awal untuk lebih mendewasakan siswa agar lebih beradab karena adanya aturan main dan kondisi/syarat yang jelas. Media ini akan mewadahi mereka untuk beraktualisasi diri yang sering digembar-gemborkan selama ini. Karena kenyataannya manusia itu layaknya balon udara, bila ditekan keras dia akan melebar (melanggar) dan bisa meledak, tetapi bila ditekan sedikit (dipegang biasa) mudah dibawa kemana-mana.

"Anak-anak (remaja) itu seringnya melanggar bila dilarang/dimarahi, tapi mematuhi bila disuruh melanggar (disetujui untuk berbuat jelek)", kata Pak Urip, seorang guru SMP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun