Akting dari jajaran pemainnya berhasil memainkan emosi para penonton. Beberapa kali saya dan teman-teman berdiskusi tatkala menonton filmnya, sembari bertanya-tanya, apa yang sebetulnya disembunyikan oleh karakter-karakternya? Khususnya di babak akhir film, di mana konfliknya semakin memanas.
Hal yang paling saya sukai dari Burning Days adalah sinematografi-nya yang luar biasa indah. Sang sutradara dan penata kamera berhasil menyorot tiap adegan dengan tepat, sehingga membuat penonton merasakan nuansa yang ada dalam filmnya. Tatkala filmnya menyorot gurun yang gersang dan krisis air, saya seakan diajak untuk ikut merasakan betapa sulitnya hidup di daerah tersebut.
Namun, tatkala menyorot rumah para pejabat, ternyata di dalamnya terdapat kamar mandi yang penuh dengan air. Ermin Alper memperlihatkan kesenjangan antara rumah pejabat dan rakyat, dan turut membuat penonton bertanya-tanya, apakah ternyata selama ini pejabat-lah yang merampas hak air milik warga?
Hal ini patut diapresiasi berkat pengarahan sinematografer dan divisi artistik, Christos Karamanis, yang berhasil membuat nuansa dalam filmnya terasa lebih hidup dan disesuaikan dengan cerita yang ingin disampaikan dalam filmnya.
Overall, Burning Days berhasil memancing rasa penasaran saya sejak awal hingga akhir film. Unsur politiknya membuat penontonnya jadi mencurigai semua karakter dalam filmnya, yang justru membuat pengalaman menontonnya menjadi lebih menegangkan. Isu yang diangkat dalam film ini juga cukup relate dengan kondisi politik beberapa negara.
Burning Days dapat kamu saksikan di platform KlikFilm.
Rating pribadi: 7/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H