Abu Assad, sutradara film ini, telah hati-hati dalam membangun adegan pembuka untuk membawa audiensnya ke jalan cerita yang ia inginkan.
Tipikal film yang mengandalkan dialog serta gestur tubuh karakternya
Ya! Film ini memiliki kekuatan dalam dialognya. Beberapa scene sukses menghadirkan nuansa intimidasi dengan dialog para pemainnya yang ciamik.Â
Selain itu, sorot kamera pada gestur tubuh tertentu juga berhasil menggambarkan bagaimana suasana hati Reem, Huda, dan tokoh lainnya kepada penonton. Bagaimana trauma seorang Reem, yang terjebak dalam tragedi yang membuatnya terdesak, namun tetap membawa bayinya bersamanya. Depresif yang dialami Reem berhasil dirasakan oleh para audiens.
Adegan interogasi antara dua karakternya hadir dengan cukup dominan, dan walau demikian, tetap seru menyaksikannya saling membantah dan berdebat satu sama lain. Apalagi keduanya sama-sama licik, cerdas, dan berani. Siapakah tokohnya? Tentu saya tak bisa memberi tahu karena dapat menimbulkan spoiler.
Isu pengkhianatan di negeri Palestina
Isu yang dihadirkan dalam film ini menggambarkan tentang bagaimana 'pengkhianat' punya konsekuensi hukuman yang berat. Bagaimana lihainya pengkhianat ini dalam menyamar dalam komunitasnya sendiri, serta bagaimana kejinya pengkhianat mencari orang-orang untuk direkrut, dan dipasksa berkhianat.
Reem, yang menjadi korban, dituduh sebagai 'pengkhianat'. Ia dijebak, yang membuatnya dianggap telah berkolaborasi dengan pengkhianat. Konsekuensi yang ia dapatkan tak hanya berlaku bagi dirinya, bahkan juga keluarganya dapat dihukum, ditolak izinnya, bahkan bisa dibunuh.
Akibatnya, Reem ketakutan. Ia berusaha agar orang-orang di sekitarnya tidak mengetahui apa yang ia alami. Karena jika mereka tahu, keluarga hingga teman-temannya dapat menjauhinya. Tak hanya itu, ia tak akan bisa selamat.
Naskah yang kuat dan konsisten hingga akhir
Abu Asaad, sang penulis naskah "Huda's Salon" benar-benar mengontrol cerita yang ia bangun dengan baik. Ia konsisten menghadirkan ketegangan yang mengundang rasa simpati para penonton.Â