Merokok, sudah tak asing lagi aktivitas tersebut terlihat oleh kita. Dalam keseharian dapat kita temukan dengan mudah. Siapapun, di manapun, dan kapanpun, perokok selalu terlihat. Bahkan konsumen rokok tak hanya dari kalangan orang dewasa, melainkan juga dari anak-anak hingga remaja.
Realita yang nampak di depan mata tersebut lama kelamaan membuat kita seakan-akan menutup mata dengan sekeliling kita. Merokok kian lama semakin menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Beberapa orang yang menolak merokok, tak ada rasa empati dan dalam mindset-nya hanya ada, "Yang penting gue nggak ngerokok."Â
Padahal permasalahan soal rokok bukan hanya soal bagaimana kita melindungi diri, melainkan juga bagaimana kita bisa menunjukkan kepedulian kepada mereka yang enggan berhenti merokok. Bagaimana caranya agar kita mampu merangkul mereka untuk mulai berhenti merokok.
Apalagi ketika yang mengonsumsi rokok tersebut adalah anak-anak dan remaja, yang tak semestinya menghabiskan masa mudanya dengan mengonsumsi sesuatu yang berbahaya, yakni adanya bahan kimia berupa nikotin serta bahan-bahan lain yang dapat menimbulkan bahaya bagi tubuh para pengisapnya.
Kini, perokok anak semakin merajalela. Kita dapat melihatnya dalam keseharian kita. Darurat perokok anak, itulah realita yang ada dan harus kita hadapi bersama-sama.Â
Realita tentang perokok anak itu nyata dan ada di sekeliling kita
Sebagai pelajar SMA, saya sudah menemukan banyak teman yang gemar merokok. Berbagai rokok mereka coba. Ada yang berupa rokok batang, ada pula yang berbentuk rokok elektrik. Alasannya sederhana, mereka hanya menjadikan hal tersebut sebagai sarana untuk bersenang-senang.Â
Sewaktu SD, teman dekat saya memberi tahu saya bahwa ia membawa vape. Bahkan ia mengisapnya dengan sembunyi-sembunyi di dalam kelas.Â
Saya ditawarkan untuk mencobanya, namun dengan tegas saya menolak. Karena saya merasa perbuatan teman saya itu salah, saya akhirnya melaporkannya ke guru. Jadilah waktu itu saya diasingkan oleh teman-teman saya.