Sinar mentari mulai menampakkan dirinya, menyinari bumi dengan cahayanya. Awan-awan putih nan indah yang menghiasi pagi ini membuat orang-orang tersenyum lebar. Nampaknya hari ini tidak akan hujan.
Aku perlahan membuka mataku dan terbangun dari khayalan-khayalan semu semalam yang membuat tidurku berantakan. Aku membuka jendela, udara yang sejuk langsung membelai kulitku dan menenangkan jiwaku yang tengah bergelut dengan diri sendiri.
"Indah juga ya pagi ini."
Aku terdiam menatap awan-awan dan matahari yang mulai bersinar terang. "Andai kubisa seperti matahari, yang menerangi orang-orang dari gelapnya malam. Membuat para pekerja semangat memulai hari, membuat anak-anak senang karena bisa bermain dengan nyaman."
Tapi, matahari hanya bersinar hingga petang. Kata hatiku menolak.
Aku membalik badanku dan berjalan menuju kaca. Aku menatap diriku dibalik cermin, sembari bergumam pelan. "Mungkin, matahari tidak menyinari setiap saat karena dia tahu bahwa akan ada lampu atau cahaya api yang membantunya. Mungkin juga, matahari sengaja tidak menyinari tiap waktu agar manusia bisa merasakan dinginnya malam dan rasa kesepian. Bukankah hal itu yang membuat manusia jadi lebih manusiawi?"
Aku berfokus melihat mataku yang terlihat bengkak di dalam cermin. Mungkin karena tangisan semalam.Â
"Hei, kenapa kamu begitu memaksakan diri untuk melindungi orang-orang?" tanyaku pada diri sendiri.
"Aku tidak ingin mereka terluka dan merasa sendirian di dunia yang penuh sandiwara ini."Â
"Namun, bukankah kau terlalu memaksakan diri?"