Pernahkah kita coba menerka, mengapa sebagian besar populasi dunia memilih betah, berdiam di kawasan selebar 60 km dari pantai?
Memandangi hamparan lautan, melemparkan kail sejauhnya, sampai ikan melahapnya, menariknya, lantas menikmatinya selagi panas. Hal sederhana itu bisalah memberikan jawabnya. Yes, kita akan menemukan kedamaian, dan arti kecukupan hidup kan?
Di Kalimantan, -daerah domisili saya- lukisan indah itu mudah didapat lewat gemericik anakan sungai yang bersumber dari belantara hutannya yang rimbun, dan terus mengalirkan manfaat bagi kehidupan sekitarnya. Namun, seiring perjalanan waktu, fenomena eksplotatif sudah mampu --pula- menciptakan sumber daya perairan baru, berupa danau artificial yang berhamburan, di desa Loa Ulung Kutai Kartanegara, Kaltim.
![Dokumen pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/09/22/img20200809103036-1-614b446c4f2b0647ed242fe2.jpg?t=o&v=770)
Padahal sebuah Danau sejatinya memiliki karakter kuat atas  proses pembentukannya yang lekat dengan fenomena alam? Dan selanjutnya, semesta melengkapinya dengan sistem ekologis yang sempurna, menyeimbangkan ketersediaan lingkungan, guna mendulangkan kebutuhan kehidupan alami yang hadir di sebuah Danau.
Ah, sepertinya realitas bayangan indah itu akan menghantarkan kita ke Danau di Sumatra Utara. Dimana Danau Toba berhasil menjaja produk wisata alamnya, bersama paket kebudayaan, menjadi sebuah industri Pariwisata sebenarnya?
Sekali-lagi, memandangi pantai, laut, sungai, bahkan danau di sekitar kita, akan memunculkan pertanyaan penting. Mampukah industri Pariwisata, -sekelas Danau Toba- membebaskan dirinya, atau --minimal- Â mampu berkolaborasi dengan industri eksploitatif lainnya?
Karena istilah eksploitasi, selalu berkelindan pada kegiatan-kegiatan ekonomi-global terkini, yang mampu memaksimalkan segala potensi SDA di sektor apa saja, dimana saja kan? Demi apa? Satu tujuan, menggali makna kesejateraan.
Pekerjaan rumahnya, mampukah akhirnya kita membuang ego sektoral, menempatkan semua kepentingan tadi, yang cenderung saling bersilangan, ke dalam ruang demokrasi ekonomi yang bermuara dalam UUD pasal 33 ayat (4)? Â Dimana gerak Perekonomian apa-saja, harus bisa memegang prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.