Dilansir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mencatat penyaluran pembiayaan roda dua masih terus meningkat sampai dengan Agustus 2024. Penyaluran pembiayaan kredit motor per Agustus 2024 meningkat sebesar 12,94% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp108,49 triliun.Â
Hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan isu yang berkembang saat ini yaitu dimana kondisi perekonomian Indonesia sedang mengalami deflasi alias penurunan daya beli di masyarakat selama 5 bulan berturut-turut.
Ditambahkan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada Januari---Agustus 2024 mencatat penjualan kendaraan bermotor roda mengalami kenaikan 3,13% yoy menjadi 4,34 juta unit, dibandingkan dengan periode yang sama 2023 sebesar 4,21 juta unit.
Bahkan Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman memperkirakan pembiayaan roda dua masih akan mengalami pertumbuhan sampai akhir tahun.
Namun di sisi lain, Hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi penjualan roda empat yang mengalami penurunan sejak awal 2024. Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil secara wholesales tercatat sebesar 560.619 unit atau turun 17,1% yoy dari periode sama 2023 sebesar 675.859 unit. Sementara itu, penjualan mobil ritel juga turun 12,1% yoy menjadi 584.857 unit pada delapan bulan pertama 2024, dibandingkan 665.262 pada periode yang sama 2023.
Kondisi ini tentunya menimbulkan tanda tanya bagi kita semua, sebenarnya apa yang sedang terjadi. Jika benar sekarang terjadi deflasi, dimana masyarakat kelas menengah sudah tak bisa menabung lagi alias penurunan daya beli, namun kenyataannya penjualan sepeda motor justru semakin meningkat, walau harus didominasi dengan mekanisme pembiayaan kredit. Kira-kira apa sebenarnya yang terjadi, berikut ulasan analisanya.
Penurunan Gaya Hidup Kelas Menengah
Sudah banyak artikel dari para Kompasianer yang mengulas tentang kaum kelas menengah yang sudah mulai turun kasta akibat hempasan deflasi yang merontokkan pundi-pundi tabungan mereka, dimana untuk beli galon air minum saja kadang pasangan suami istri harus kompromi dulu apakah beli di Minimarket atau ke agen air isi ulang untuk menghemat pengeluaran.
Kondisi ini tentunya memantik para keluarga kelas menengah untuk menurunkan gaya hidupnya, utamanya dalam bertransportasi. Dimana mungkin jika sebelumnya, bisa berpergian dengan roda empat setiap hari, namun kini mau tak mau harus mau lagi berpanas-panas di atas aspal atau kehujanan dengan kendaraan roda dua.
Akibatnya, bisa jadi jika kebanyakan keluarga kelas menengah sebelumnya memiliki satu kendaraan roda empat dan satu roda dua untuk istri belanja ke pasar dan mengantar anak ke sekolah pakai daster. Maka untuk saat ini sang ayah harus mau menurunkan ego kelaki-lakiannya yang berangkat ke kantor biasanya menggunakan mobil keluaran terbaru, kini karena himpitan ekonomi akibat popok bayi yang tak terbeli, terpaksa mengaspal dengan bersepeda motor ria. Maka dari itu, berimbas pada permintaan kendaraan roda dua yang semakin meningkat.
Bukan tak mungkin banyak pula kelas menengah yang menjual kendaraan roda empatnya untuk menutupi biaya hidup dan beralih untuk membeli kendaraan roda dua sebagai alat transportasi utama sehari-hari untuk menghemat biaya.