Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Ketika Gratifikasi Berkelindan Aroma "Ewuh Pekewuh"

5 Oktober 2024   10:15 Diperbarui: 6 Oktober 2024   10:03 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi praktik suap gratifikasi (sumber : Dakta.com )

Masih banyak pasal-pasal lainnya pada UU  No 20 tahun 2001 tentang gratifikasi yang memperinci secara detail tentang apa saja bentuk-bentuk larangan pemberian sesuatu kepada pegawai negeri, penyelenggara negara atau pejabat negara. Namun, faktanya praktik rasuah biadab ini masih bisa kita lihat "cetho welo-welo" di depan mata kita.

Lalu bagaimanakah kita bisa memisahkan antara "air dan minyak" maksud memberi hadiah dengan perilaku gratifikasi rasuah, berikut beberapa hal yang kiranya dapat menjadi perhatian kita bersama dalam memberantas perilaku yang merusak pembangunan bangsa ini.

Profesionalisme Good Governance

Good governance adalah konsep yang mengacu pada proses pengambilan keputusan dan pelaksanaannya  dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Good governance merupakan kesepakatan yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta dalam penyelenggaraan pemerintahan, artinya suatu bentuk integritas berbagai pihak dalam menciptakan pembangunan yang bertanggung jawab.

Salah satu pilar dari Good Governance adalah tranparansi atau keterbukaan dimana segala bentuk kegiatan kepemerintahan yang melibatkan stakeholder lainnya harus benar-benar dapat diawasi dan dilihat secara real-time oleh masyarakat. Oleh karena itu tindak tanduk suap menyuap seharusnya tak bisa dilakukan jika prinsip keterbukaan benar-benar dilaksanakan secara profesional.

Pada jaman digitalisasi yang serba terbuka saat ini, sebenarnya sudah sangat sulit bagi oknum-oknum penyelenggara negara melakukan tindak rasuah suap menyuap menerima gratifikasi yang bukan haknya, artinya jika memang ada pihak penyelenggara negara yang masih nekat melakukannya, maka yang menyeruak terdapat dua hal, yang pertama yaitu aroma politik kekuasaan dekengan cukup kuat mencengkram dan yang kedua ada masalah berat dalam penegakan hukum di negara ini, artinya percuma saja netizen menampilkan jejak-jejak digital perilaku bejat gratifikasi sang pejabat di sosial media, kalau hal tersebut hanyalah sebuah angin lalu belaka, good governance cuma retorika picisan.

Terima Kasih Tidak Harus Memberi

Para pihak yang berkerjasama dengan pemerintah harus mempunyai mental jiwa profesional yang tinggi pula. Konsep "ewuh pekewuh" sama sekali tak bisa digunakan dalam menjalankan suatu profesionalitas.

Jaman sosial media yang persebaran informasinya sangat cepat tak dipungkiri bisa dijadikan senjata ampuh dalam mengatasi para penyelenggara negara yang nakal terhadap pihak stakeholder. Kita bisa lihat seorang YouTuber BroRon, yang merupakan pengusaha kontraktor pada bidang perbaikan jalan kerap kali menyuarakan kritik lantangnya kepada pemerintah tentang praktik pejabat BUMN yang sering meminta gratifikasi. Usaha yang dilakukannya memang sangat efektif menggalang simpati massa netizen dan akhirnya dapat memberantas tikus-tikus BUMN bidang konstruksi.

Adalah suatu kehormatan apabila pihak swasta mendapatkan amanah proyek dari pemerintahan, namun apabila ingin mengucapkan terima kasih, tidaklah harus memberi sesuatu kepada pihak pejabat pembuat komitmen, tapi justru jawablah komitmen tersebut dengan melaksanakan proyek dengan bersungguh-sungguh dan berintegritas, apabila pihak penyelenggara negara "nakal" meminta upeti, jangan sungkan-sungkan untuk memviralkan dan laporkan kepada khalayak publik, untuk memutus mata rantai jiwa VOC di kalangan pejabat negara kita.

Memperjelas Arti Gratifikasi

Sebenarnya penjelasan makna gratifikasi yang tidak diperkenankan dalam penyelengaraan negara sudah cukup rinci dijelaskan pada UU  No 20 tahun 2001, namun banyak dari kita yang mengabaikannya, karena kurangnya sosialisasi serta masih adanya pihak penyelenggara negara yang menafikkan masalah ini.

Sosialisasi tentang praktik gratifikasi sudah bisa diimplentasikan di sekolah dan kampus, agar para generasi muda sudah bisa membedakan antara mengungkapkan rasa terima kasih dan praktik gratifikasi dalam penyelenggaraan negara. Prinsip ikhlas dalam membantu harus tertanam semenjak dini pada setiap generasi muda, agar nantinya kelak apabila diantara mereka menjadi ASN atau penyelenggara negara dapat menjalankan amanah dengan sepenuh hati dan menolak praktik gratifikasi.

Praktik gratifikasi sudah jelas membaurkan dari makna profesionalitas seutuhnya, dimana masih banyak orang yang suka "cari jalan pintas" dengan uang pelicin untuk melancarkan urusan yang sebenarnya mudah. Jiwa adiluhung "ewuh pekewuh" yang sebenarnya memiliki makna mendalam tentang rasa empati disalah kaprahkan oleh para pelaku gratifikasi dengan konsep politik "pak Ogah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun