Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Haruskah Ujian Nasional Dilaksanakan Lagi?

27 September 2024   10:57 Diperbarui: 27 September 2024   11:03 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pendidikan nasional baru-baru ini digegerkan dengan postingan instagram konten kreator Irwan Prasetiyo, dimana dalam unggahannya, dia memberikan ulasan dimana beberapa universitas di Belanda sudah tidak mau menerima lulusan SMA di Indonesia secara langsung, akibat dampak dari Ujian Nasional dihapuskan semenjak 2021.

Pada postingan tersebut disebutkan negara-negara Eropa selalu mengikuti perkembangan perubahan kurikulum negara-negara di luar Eropa termasuk Indonesia. Menurutnya, sejak dihapuskannya Ujian Nasional di Indonesia, membuat Universitas di Belanda tidak memberlakukan direct entry bagi para lulusan SMA di Indonesia.

Jika demikian, seberapa pentingkah standarisasi pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia, apakah perlu dikaji ulang kembali untuk bisa dilaksanakan lagi. Jika memang hendak dilaksanakan lagi, apakah segala aspek dalam pendidikan kita mampu mengakomodirnya.

Jika kita kembali ke masa lalu, alasan-alasan Kemendikbud Ristek menghapus Ujian Nasional adalah banyaknya siswa yang stress jika menjelang Ujian Nasional, karena sangat menentukan dalam kelulusannya, adapula alasan lainnya adalah diskriminasi pada siswa kurang mampu, namun dibalik itu alasan utama jelas adalah masih kurang meratanya kualitas sarana dan prasarana sekolah di berbagai daerah.

Sebagai gantinya, Kemendikbud Ristek meluncurkan Asesmen Nasional 2021 yang tertuang pada Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan.

Bentuk Asesmen Nasional terbagi 3 fase atau instrumen, pada fase pertama, peserta didik menyelesaikan program pembelajaran yang dibuktikan dengan rapor tiap semester. Kemudian pada fase Kedua, peserta didik memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik. Kemudian yang terakhir, peserta didik mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan Pendidikan. Ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan (ujian sekolah) sebagai penentu kelulusan peserta didik bisa dilaksanakan dalam bentuk portofolio, penugasan, tes luring atau daring, dan/atau bentuk kegiatan penilaian lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan. Portofolio bisa saja berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap/perilaku, dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, misalnya penghargaan, hasil perlombaan, dan sebagainya.

Walau demikian, pelaksanaan Asesmen Nasional yang tampak "memanusiakan" peserta didik, ternyata tak lepas dari kritik, pada tahun 2021, Heru Purnomo selaku Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) berujar bahwa pelaksanaan Asesmen Nasional masih terkendala ketimpangan infrastruktur digital. Pelaksanaan ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) yang menggantikan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) menimbulkan masalah klasik berupa kesiapan infrastruktur ketersediaan komputer yang tidak sama antar sekolah.

Namun dari kesemua itu, hal yang paling kita cermati adalah output dari Asesmen Nasional itu sendiri, apakah sesuai harapan ?. Hingga kini kualitas pendidikan kita masih dibawah jauh negara tetangga Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam, padahal semua negara tersebut masih menerapkan Ujian Nasional pada sistem pendidikan mereka.

Terlepas dari kebenaran fakta dari postingan instagram Irwan Prasetyo tentang sulitnya Universitas Belanda menerima lulusan SMA dari Indonesia, saya menilai pelaksanaan Asesmen Nasional masih belum menjawab peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini, jika sekedar memahami pola perkembangan peserta didik bisa jadi Asesmen Nasional memang menjadi solusinya, namun apakah pada akhirnya bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada kancah internasional, mungkin hal ini perlu kita kaji ulang lagi.

Lantas apakah pelaksanaan Ujian Nasional perlu diberlakukan lagi untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional kita, berikut ulasannya.

Evaluasi AKM

Pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) masih dirasa belum dipahami oleh banyak orang tua wali murid, walaupun sosialisasi sudah sering dilakukan. Imbasnya banyak orang tua wali murid yang terkesan kurang memotivasi peserta didik untuk lebih giat belajar, karena merasa anaknya sudah pasti lulus, selama tidak melakukan pelanggaran berat di sekolah.

Padahal AKM jika dimaknai betul sebenarnya lebih berat ketimbang Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan, dikarenakan para peserta didik untuk selalu progresif pada setiap jenjang kelasnya. Namun sekali lagi, masih banyak orang tua wali murid yang abai akan hal ini. Nilai AKM yang baik tentunya akan memudahkan peserta didik jika ingin melanjutkan ke perguruan tinggi manapun.

Bisa jadi kecenderungan trend ini yang dilihat oleh banyak Universitas Luar Negeri, dimana justru setelah Ujian Nasional ditiadakan, membuat kualitas lulusan SMA di Indonesia justru semakin menurun, bukan masalah pada regulasinya.

Sarana Dan Prasarana ANBK

Masalah klasik tentunya adalah pelaksanaan ANBK yang melulu pada hal teknis, perihal ini sudah sering dibahas oleh para penulis Kompasiana lainnya tentang kendala jaringan infrastruktur. Entah mengapa, setiap tahunnya masalah yang muncul selalu saja kendala teknis seperti kekurangan Laptop, jaringan internet tidak stabil dan masih banyaknya peserta didik yang belum familiar menggunakan komputer.

Jika setiap tahunnya selalu saja ada permasalahan teknis yang itu-itu saja, maka tentunya pihak Kemendikbud Ristek harus segera melakukan evaluasi besar-besaran untuk membenahi hal tersebut. Para guru sudah lelah dengan pembelajaran sehari-hari, jangan sampai ditambah bebannya untuk masalah kendala teknis tersebut.

Jika memang dirasa memang belum bisa melaksanakannya, bisa jadi pelaksanaannya kembali ke sistem konvensional namun tetap semi berbasis komputer untuk penilaiannya. Di negara Jepang saja, hingga kini pelaksanaan ujian masih memakai kertas konvensional, bahkan kertas ujiannya dibuat warna-warni agar terkesan friendly.

Ujian Nasional Berbasis Internasional

Sebagai usulan, Ujian Nasional sebaiknya diselenggarakan lagi, namun dibatasi hanya bagi peserta didik yang mau mengikutinya. Ujian Nasional bentuk baru ini memakai standar yang diakui Internasional serta terafiliasi dengan perguruan tinggi di luar negeri.

Ujian Nasional Berstandar Internasional ini boleh diikuti oleh seluruh peserta didik SMA, tinggal apakah mereka mau mendaftarnya atau tidak. Tidak ada kewajiban setiap peserta didik untuk mengikutinya, namun apabila mereka hendak melanjutkan pendidikan tinggi di luar negeri, mereka wajib mengikuti Ujian Nasional format baru ini.

Pada negara Amerika Serikat kita mengenal sistem ujian skolastik SAT yang digunakan sebagai standar untuk masuk perguruan tinggi disana. Bisa jadi Kemendikbud Ristek mengusahakan standar Ujian Nasional format baru ini bisa selevel SAT atau jenis ujian Internasional lainnya, sehingga nantinya bisa menghasilkan lulusan SMA dari Indonesia yang mampu bersaing di perguruan tinggi abroad.

Tantangan Menteri Pendidikan Baru

Tentunya hal ini menjadi tantangan bagi menteri pendidikan baru pada zaken kabinet Pak Prabowo, dimana cukup banyak kritik pada pelaksanaan kurikulum Merdeka yang dimana terdapat kecenderungan penurunan semangat belajar peserta didik karena sudah tak menganut sistem tinggal kelas dan peniadaan Ujian Nasional.

Pekerjaan rumah pendidikan nasional kita adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang masih tertinggal dengan negara Asia Tenggara lainnya, sampai kapan kondisi ini terus dibiarkan, sampai kapan kita melihat perpustakaan masih sepi pengunjung serta guru-guru masih sibuk masalah teknis yang tak kunjung selesainya.

Kurikulum sebenarnya bukan masalah yang harus selalu didebatkan, mau diganti berapa kali pun, jika nasib para guru honorer masih dikebiri, buku-buku masih minim di perpustakaan sekolah, sertifikasi masih semrawut, mau ujian masih harus pinjam laptop atau smartphone, maka pendidikan nasional tentunya terus masih jalan di tempat, jika kondisinya demikian.

Ujian Nasional sebenarnya bukanlah momok yang menakutkan, namun tak dipungkiri jika manusia tidak diuji dalam suatu ujian, bagaiamana kita bisa tahu kualitas dari manusia itu. Semoga Bermanfaat

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun