Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Kenali Perilaku Vellichor pada Si Kecil dalam Manajemen Imajinasi Anak

24 September 2024   17:57 Diperbarui: 25 September 2024   14:47 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak tahun 80an, "Seandainya gue bisa kayak Superman, gue bakalan terbang keliling dunia."

Anak tahun 90an,"Kalau aku ranger biru yah, kalau kamu kan cewek, jadi kamu ranger pink."

Anak tahun 2000an awal,"Mama, belikan kostum Spiderman lengkap sama topengnya, aku mau nempel manjat di dinding."

Anak tahun 2000an sekarang,"Gue mau kayak Deadpool, superhero anti-mainstream, beraksi sambil bercanda cuy."

Itulah beberapa gambaran imajinasi anak-anak dari beberapa dekade tentang imajinasi mereka yang hanyut dalam karakter superhero dambaannya. Tidak ada yang salah, itu memang natural sifat kanak-kanak yang suka meniru sesuatu hal menarik, entah itu dari tayangan film, animasi, komik atau buku bacaan.

Ketika mereka suka membaca atau melihat tayangan animasi kesukaannya, tak jarang membuat mereka berandai-andai hanyut menjadi tokoh karakter dalam jalan cerita tersebut. 

Jika, kadarnya mereka masih bisa membagi pikirannya antara imajinasi tokoh superhero kesukaannya dan kehidupan nyatanya, mungkin tak masalah, namun tak jarang ada beberapa anak yang kebablasan sampai terbawa perasaan hanyut ke dalam imajinasi ketokohan superheronya hingga dalam kehidupan sehari-hari, perilaku ini dalam ilmu psikologi disebut vellichor.

Dikutip dari Kumparan, vellichor adalah sebuah istilah dalam psikologi yang menggambarkan perasaan seseorang yang mudah terpengaruh atau terbawa suasana atau keadaan yang sedang dilihat atau didengarkan.

Secara studi ilmiah, vellichor biasanya disematkan pada perilaku orang dewasa dan subjeknya pada cerita pada buku yang dibaca atau menonton film. 

Jika pada orang biasa, di mana apabila setelah membaca buku cerita atau menonton film, masih bisa membedakan realita kehidupan dan jalan cerita buku atau film yang dinikmati. Maka, pada seseorang yang terindikasi perilaku vellichor, justru akan terhanyut secara perasaan mendalam akan alur cerita buku atau film yang ditonton, bahkan sampai berpengaruh pada kehidupan sehari-hari.

Secara umum, perasaan ini adalah suatu kewajaran, sebagai contoh apabila kita membaca buku atau menonton film bertema kesedihan, pastinya kita kadang tak sadar meneteskan air mata ikut terbawa suasana jalan cerita pada saat itu. Namun apabila, perasaan tersebut sampai dibawa keseharian, maka hal tersebut bisa dikatakan perilaku Vellichor.

Contoh lain, saya pernah menonton film Need For Speed di bioskop bersama teman-teman, sepulangnya, teman saya yang menyetir mobil, sampai terbawa suasana di mana ia membawa mobil agak ugal-ugalan dan berkecepatan tinggi. Bisa jadi hal tersebut merupakan bagian dari perilaku vellichor, imbas dari selepas menonton film bertema balapan mobil.

Ilustrasi Ayah dan Anak Berimajinasi superhero (sumber : 123RF
Ilustrasi Ayah dan Anak Berimajinasi superhero (sumber : 123RF

Pada kasus orang dewasa, perilaku vellichor umumnya cukup jarang dan masih bisa terkendali. Namun tanpa disadari perilaku vellichor justru banyak ditemukan pada anak-anak. Sebagaimana contoh yang saya tampilkan di atas yang terbawa suasana kerap "halu" dirinya menjadi superhero favoritnya.

Sebenarnya perilaku vellichor pada anak tidak perlu dikhawatirkan, karena hal tersebut sangat wajar karena tumbuh kembang anak sangat berkaitan dengan daya imajinasi yang hiperbolik. 

Namun apabila perilaku tersebut justru membuatnya sulit membedakan antara kehidupan nyata dan imajinasi vellichor-nya hingga kadang menganggu kehidupan sehari-hari seperti berkomunikasi, belajar hingga fantasi berlebihan, maka tentunya harus mendapat perhatian khusus bagi orang tuanya untuk me-manajemen imajinasinya.

Lalu bagaimanakah cara mengatur imajinasi vellichor pada anak-anak agar dapat terkendali dan justru malah mendukung tumbuh kembangnnya menjadi pribadi yang kreatif dan memahami nilai moral semenjak dini, berikut ulasannya.

Pahami Imajinasinya

Imajinasi orang dewasa dan anak-anak tentulah sangat berbeda, pada titik ini kita harus memahami bahwa proses tumbuh kembang anak adalah proses pencarian jati diri. Maka tak pelak, jika mereka menonton animasi atau membaca komik, tak jarang mereka merasa ingin menjadi tokoh yang mereka idolakan itu.

Jika kita sudah memahaminya, maka kita pun bisa memasuki dunia imajinasinya dengan kadang membersamainya menonton animasi kesukaannya, sejenak kita pun menjadi "anak-anak", sehingga kita pun bisa memahami apa yang sebenarnya diimajinasikan oleh anak.

Apabila kita sering mengetahui dan kadang mendengarkan celotehannya tentang imajinasi vellichornya entah itu tokoh animasi, cerita rakyat, fabel dan lainnya, maka tanpa disadari membuat daya imajinasinya menjadi terarah, karena anda melibatkan diri di dalamnya. Sehingga mereka merasa nyaman untuk bercerita banyak tentang sesuatu yang digandrunginya.

Fitur Imajinasi Sewajarnya

Terkadang kita melihat, ada orang tua yang justru terlalu kebablasan mendukung imajinasi Vellichor anaknya. Sebagai contoh ada anak laki-laki yang mengidolakan superhero Hulk, sampai-sampai tas sekolah, topi, sepatu, tempat makan semuanya bertema Hulk dan sudah bisa ditebak saat bermain dengan teman-temannya, dia suka menggunakan kekerasan karena terinspirasi ketokohan Hulk.

Contoh lain, pada anak perempuan, banyak sekali orang tua yang merepresentasikan putri kecilnya seperti princess layaknya animasi "Frozen", di mana semua pernak-pernik sang anak semuanya bertemakan putri Frozen. Hingga akhirnya sang anak pun berperilaku layaknya ratu yang manja, merasa ingin diistimewakan dan pilih-pilih teman.

Maka dari itu, ketika anak mengidolakan tokoh animasi, sah-sah saja kita membelikan pernak-pernik yang berkaitan dengan idolanya tersebut, namun pastikan hal tersebut sewajarnya alias tidak berlebihan. Bagaimanapun sang anak harus menjadi dirinya sendiri, mereka tak boleh hanyut berlebihan seolah-olah mereka menjadi Batman atau Superman.

Arahkan Sesuai Nilai Keluarga

Bisa saja sedari awal sebagai orang tua sudah mengarahkan beberapa hal seperti tayangan film atau buku bacaan kepada anak yang disesuaikan dengan nilai-nilai keluarga bersangkutan. Jika hal ini dilakukan, tentunya dapat memudahkan orang tua dalam mengontrol apa saja yang layak ditonton atau dibaca oleh sang anak.

Sebagai contoh, jika keluarga memegang teguh nilai-nilai agama, maka sedari dini sang anak diarahkan untuk membaca buku-buku bernafaskan nilai keagamaan, seperti kisah Nabi atau kisah moral keagamaan lainnya.

Lalu apabila ada keluarga yang mempunyai jiwa nasionalisme tinggi, maka sang anak bisa diarahkan untuk membaca kisah-kisah pahlawan nasional dalam berjuang melawan penjajahan. Jika sedari awal sang anak diarahkan jenis bacaan dan tayangan yang sesuai nilai-nilai keluarga, maka sistem kontrol imajinasinya tentu akan lebih mudah dan mengurangi rasa khawatir orang tua.

Tekankan Nilai Moral

Kisah superhero, fabel, epos animasi, dan segala hal yang disenangi anak-anak pasti tetap ada kandungan nilai moral di dalamnya, namun karena kadang terbungkus simbolik yang disukai anak-anak, makna nilai-nilai moral kurang tergali.

Semisal anak menyukai ketokohan Spiderman, jangan terlalu di-ninabobokkan aksi-aksi sang superhero meloncat di antara pencakar langit, tetapi orang tua harus menceritakan kisah sang Spiderman yang menolong warga New York dari aksi kejahatan, sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu nilai-nilai menolong sesama.

Pada intinya, setiap hal yang menarik pada imajinasi mereka pasti terkandung nilai moral, tugas kita sebagai orang tua untuk mengejawantahkan kisah-kisah tersebut agar bisa tertanam dalam benak mereka. Jadi, bukan sekedar menariknya warni-warni Power Ranger atau imutnya Barbie Doll, tetapi bagaimana orangtua membuat manajemen imajinasi mereka menjadi terarah.

Imajinasi intinya tak terbatas, jangan pernah membatasi imajinasi anak-anak, tetapi memberikannya arahan agar imajinasi tidak sekedar euforia perasaan semata, namun dapat bermanfaat bagi tumbuh kembangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun