Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Satire Cengengesan Dalam Komunikasi Politik, Wajarkah?

9 September 2024   20:08 Diperbarui: 9 September 2024   20:08 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cengengesan Kaesang dan Gibran dalam berkomunikasi politik (sumber : Tribun Makassar)

Artinya ketika mereka belum bisa mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, maka mereka pun harus peka akan kesulitan yang dihadapi rakyatnya dengan komunikasi politik yang bijaksana dan apa adanya.

Secara ilmu politik, cara apapun dalam berkomunikasi politik itu sah-sah saja beragam metodenya, termasuk dengan satire bercanda. Namun ada beberapa hal catatan bagi para elit politik jika menggunakan tersebut dalam melakukan komunikasi politik, berikut kiranya yang harus menjadi perhatian mereka, agar mereka bisa bisa menjadi politikus yang bermartabat.

Harus Tetap Substantif

Seperti kata Warkop DKI, "Tertawalah Sebelum Dilarang", idiom tersebut sangat santer di era 80an, dalam mengkritik pemerintah dengan cara satire bercanda.

Terlepas hal tersebut, intinya sah-sah saja dalam membuat statement atau pernyataan dalam berkomunikasi menggunakan idiom-idiom humor atau bercanda, dengan niat mencairkan suasana.

Namun walaupun disampaikan dengan satire candaan, isi substansi yang hendak disampaikan haruslah secara umum bisa mengetahuinya, apalagi hal yang disampaikan adalah merupakan komunikasi politik sang politisi kepada khalayak publik.

Karena apabila pesan yang disampaikan lebih banyak isiannya gimik atau cenderung lebih ke unsur bercandanya, maka pesan yang diterima menjadi ambigu, atau bahkan sama sekali tak bisa dimengerti oleh sebagian orang.

Lain halnya jika ia adalah seorang komedian atau orang biasa, mungkin tak masalah menyampaikan sesuatu dengan bercandaan, namun beda halnya jika ia seorang elit politik atau bahkan seorang pejabat publik, sungguh tak elok menyampaikan sesuatu pada masyarakat dengan cengengesan atau bercanda berlebihan.

Hindari Isu Sensitif SARA

Pernyataan satire  Bahlil Lahdalia tentang "Raja Jawa" sudah jelas sangat mengandung unsur rasis kesukuan yang tentunya menimbulkan sensitifitas di masyarakat.

Para elit politik yang menjadi cerminan role model kepemimpinan sudah tak sepatutnya menggunakan isu SARA dalam membuat statement politik, sekalipun dengan nada satire bercanda, karena hal tersebut sudah tidak bisa dikatakan lucu lagi.

Jangan sampai selip lidah masalah SARA terucap dari tokoh elit politik, karena bisa saja menimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat. Walau awalnya hanya untuk bahan bercanda, namun karena ada unsur SARA, namun bukan tidak mungkin bisa membuat tersinggung bagi sebagian kelompok masyarakat yang "diroasting" sang politisi.

Peka Kondisi Rakyat

Pada saat menyampaikan komunikasi politik, entah dalam konteks serius atau menggunakan satire, haruslah benar-benar memperhatikan kondisi riil yang sedang dihadapi rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun