Menapakkan kaki di tengah kegelisahan tak tahu arah melangkah
Dibutakan rezim anarki bermulut halus senyum mematikan aspirasi
Katanya kami sudah merdeka di atas tanah penuh sengketa para penguasa
Kami berjalan tapi di jalan penuh kekerasan, intimidasi dihiasi perpalakan aneka rupa
Kami mau duduk pun tak bisa tenang, karena harus membayar untuk kenikmatan sederhana
Apalagi untuk makan, kami pun harus mengais sisa-sisa makanan para raja yang rakus tak tahu malu
Untuk belajar katanya gratis, namun harus menerima kondisi sekolah yang sekarat dan guru yang melarat
Kami tak diijinkan untuk sakit, karena tidak ada bangsal untuk kami, kalaupun ada harus berjejal bagaikan antri menuju lubang kuburan
Kami menangis di tanah kami, tanah yang katanya diperjuangkan nenek moyang dengan darah dan air mata
Namun kini hanya menyisakan sepetak bagi rakyat marjinal dan kue besar bagi penguasa tak tahu malu
Kami juga ingin negeri ini gemah ripah seperti legenda jaman dahulu yang penuh damai dan kesejahteraan
Kami juga ingin anak-anak kami tumbuh dengan gizi seimbang bukan dengan nutrisi ala kadarnya seperti cilok di pinggir jalan
Riuh rendah tak bertepi, riak sayup-sayup rakyatmu menjerit teriakkan merdeka di tanah anarki tak bermoral
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H