Ada salah satu jalan kampung yang sering yang sering lihat di daerah satelit Surakarta, Solo Baru. Dimana nama jalan kampung ini agak sedikit menarik perhatian saya ketika melihatnya dari jalan raya, namanya "Pesanggrahan".
Dari namanya, agak terkesan 'keraton' banget, namun jika dilihat dari lokasinya, lumayan agak jauh dari keraton Kasunanan Surakarta.
Biasanya nama-nama kampung sekitaran Keraton menyesuaikan spesifikasi tempat kampung tersebut lalu ditambahkan imbuhan -an.
Sebagai contoh, Kepatihan, adalah tempat para Patih bertempat tinggal, lalu ada Pandeyan, yaitu dulunya tempat tinggal para pandai besi dan lainnya.
Sementara nama "Pesanggrahan", identik dengan lokasi tempat singgah atau istirahat, apakah mungkin lokasi kampung tersebut dulunya tempat singgah keluarga keraton.
Ternyata benar, untuk menjawab rasa penasaran, saya mencoba untuk menyempatkan untuk menunaikan ibadah shalat Ashar pada masjid di kampung Pesanggrahan tersebut.
Nama masjid tersebut adalah Masjid Cipto Sidi, sebuah masjid dengan arsitektur langgam Jawa klasik.
Seusai shalat Ashar berjemaah, saya sempatkan mengobrol dengan warga setempat tentang masjid ini yang berarsitektur Jawa Klasik dan asal usul nama kampung Pesanggrahan.
Mereka menuturkan kampung Pesanggrahan dulunya dijadikan tempat petilasan Pakubowono IX sebelum beliau diangkat menjadi raja.
Petilasan Pakubowono IX di kampung ini terdapat 3 bangunan penting bersejarah, yaitu Pesanggrahan, pemandian air panas dan Masjid Cipto Sidi yang dibangun tahun 1879 dan kemudian kesemuanya direnovasi oleh putranya Pakubowono X, dan bangunannya masih bertahan hingga kini.