Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Relevansi Trilogi Politik Etis Deventer di Zaman Kekinian

12 Juni 2024   14:22 Diperbarui: 12 Juni 2024   14:49 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plakat Deventer di Leiden (sumber: wikipedia)

Perlu usaha bersama yang cukup keras untuk memperjuangkan pembangunan pendidikan kita yang sudah tertinggal jauh dengan negara-negara tetangga. Kebodohan adalah musuh kita bersama, dan itulah yang ingin dilawan Van Deventer seabad lalu, dimana kita masih bodoh akan takhayul, kemalasan serta enggan untuk membaca.

Irigatie (irigasi/pertanian)

Van Deventer menyadari bahwa Hindia Belanda (Nusantara) adalah negara yang luas dan berpenduduk banyak, maka yang harus menjadi soko gurunya adalah aspek pertanian dan perkebunan. Saat itu ia tidak memilih Hindia Belanda untuk menjadi negara yang kaya dari hasil tambang atau minyak bumi, walau Nusantara kaya akan hasil tambang minyak bumi.

Dikarenakan ia memahami sulitnya mendistribusikan hasil pertambangan ke per kapita penduduk di seluruh negara. Ketimbang ruwet dalam menfokuskan bidang pertambangan, ekonomi Hindia Belanda saat itu lebih berfokus pada aspek pengembangan pertanian, padahal negara besar saat itu seperti Inggris atau Amerika Serikat sudah melirik pertambangan dan minyak bumi. Walhasil, ketika pada tahun 1930an terjadi depresi ekonomi dunia, di Hindia Belanda dampaknya tidak terlalu besar, karena memiliki ketahanan ekonomi agrikultur.

Jika kita melihat kondisi kekiniaan, sebenarnya kita sudah melenceng jauh dari apa yang direncakan Van Deventer untuk bangsa ini. Dimana kita justru sibuk melubangi tanah-tanah Kalimantan untuk dikeruk batu baranya secara besar-besaran, hingga gunung emas Grasberg di Papua yang sudah lenyap dirampok asing. Faktanya, apakah GDP dari hasil tambang tersebut sudah terdistribusikan ke seluruh rakyat Indonesia.

Imbasnya, kita ‘ngawur-ngawuran’ dalam tata kelola pertanian yang amburadul, bendungan banyak dibangun, tetapi banyak yang belum maksimal, belum lagi pembukaan lahan seperti ‘Food Estate’ yang terkesan kurang memperhitungkan dampak lingkungannya. Hal ini disebabkan dikarenakan pembangunan pertanian masih bersifat tendesius dan asal jadi.

Sebenarnya saat jaman Pak Harto, blue map pertanian kita sudah berjalan benar, dimana di tahun 1986 kita berhasil mendapatkan predikat negara swasembada pangan. Entah kenapa semenjak jaman Reformasi, pembangunan pertanian dan perkebunan terkesan dianaktirikan, dimana kita lebih  memfokuskan pembukaan izin pertambangan yang gila-gilaan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungannya.

Emigratie (emigrasi penduduk / pemerataan ekonomi)

Lagi-lagi kita mengingat jaman Pak Harto yang sukses melakukan program transmigrasi penduduk pulau Jawa ke berbagai pulau di Nusantara, dampaknya luar biasa, ekonomi mulai menggeliat di berbagai daerah hingga kini.

Seolah mungkin, pemerintahan Orba terinspirasi dari apa yang dilakukan Van Deventer sewaktu dulu, dimana ia menyarankan untuk melakukan pemerataan pembangunan di luar Jawa, seperti pelabuhan, gedung perkantoran dan fasilitas lainnya, sehingga ketika melakukan program emigrasi penduduk Jawa ke pulau-pulau lainnya bisa berjalan dengan lancar.

Lalu apa relevansinya dengan jaman sekarang, hal yang menjadi perhatian adalah aspek pemerataan ekonomi di setiap daerah. Terbukti hingga kini, pulau Jawa masih menjadi pusat ekonomi negara ini, padahal di era Hindia Belanda, pemerintahnya bisa mengubah kota Medan yang sebelumnya sepi banyak hutan, menjadi pusat ekonomi dalam bidang perkebunan.

Semoga dengan berpindahnya ibukota dari Jakarta ke IKN, bisa membawa dampak pemerataan pembangunan di berbagai daerah, sehingga dapat tercipta negara kesatuan yang memang benar-benar ‘kesatuan’, dalam artian, setiap daerah mempunyai pusat-pusat ekonominya sendiri, tidak terlalu bergantung pada Jawa-Sentris lagi.

Artikel ini tidak berusaha mengagungkan Van Deventer, tapi memang tak pelak, beliaulah yang mencetuskan pertama kali perbaikan besar-besaran atau restorasi kebangsaan Nusantara yang sudah rusak sebelumnya. Semoga kedepannya, kita bisa benar-benar fokus pada Trilogi pembangunan yang dicetuskan Van Deventer, agar tercipta Bangsa Indonesia yang benar-benar bisa memakmurkan seluruh rakyatnya. Semoga Bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun