Bagi pembaca rutin artikel saya, mungkin ada beberapa yang masih ingat artikel saya berjudul “Ketika Guru Berangkat Sekolah Dengan Sepeda Listrik”, sekitar akhir tahun lalu. Artikel tersebut mendapat respons baik dari beberapa Kompasianer dan untuk sementara menjadi artikel saya yang terbanyak dibaca selama saya aktif di Kompasiana.
Artikel tersebut mengisahkan kisah pribadi saya yang terkadang berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda listrik dan berharap bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca Kompasiana untuk menggunakan moda transportasi ramah lingkungan ketika bepergian.
Sekiranya memang apa yang saya lakukan ternyata menginspirasi lingkungan sekitar saya, di mana semenjak saya agak sering menggunakan sepeda listrik, banyak orangtua wali murid yang pergi mengantar anaknya ke sekolah menggunakan sepeda listrik, begitu pula untuk peserta didik mulai bertambah yang pergi ke sekolah menggunakan sepeda manual.
Beberapa orangtua wali murid terkadang ada yang bertanya kepada saya, tentang harga sepeda listrik, perawatannya apa saja, bahkan ada yang mencoba test drive. Para peserta didik pun kadang saya pinjamkan sepeda listrik saya untuk bermain-main di lingkungan sekolah. Walhasil, mulai banyak orangtua wali murid yang memakai sepeda listrik ketika mengantar putra putrinya ke sekolah.
Topik Kompasiana tentang pembuatan jalur sepeda menarik perhatian saya, bahwa permasalahannya bukanlah pada penataan jalur sepedanya, tetapi kembali pada apakah masyarakat kita senang bersepeda.
Pembuatan jalur sepeda juga tidak akan menjamin banyak orang mau bersepeda dalam kesehariannya, jika memang tidak ada budaya yang mengakar dalam masyarakat Indonesia.
Seperti halnya contoh kasus pada awal artikel ini, di mana harus ada trigger praktek nyata suatu perilaku positif, hingga akhirnya orang banyak meniru, kemudian akhirnya membudaya, dan dari budaya tersebut akhirnya berbuah penataan-penataan yang mengakomodir budaya itu.
Bukankah aturan hukum dibuat, dikarenakan ada sesuatu yang membudaya di masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, maka problemnya bukan lagi infrastruktur, tetapi kembali masalah budaya masyarakat Indonesia dalam bersepeda.
Masalah paling utama dalam sulitnya membudayakan bersepeda di Indonesia ialah "iklim tropis", bukan infrastruktur atau mahalnya harga sepeda. Saya sendiri pun bersepeda listrik ke sekolah, hanya mampu 1-2 kali seminggu, karena jarak antara rumah ke sekolah sekitar lebih dari 10 KM dan kadang ada aktifitas luar sekolah yang harus menggunakan moda kendaraan bermotor.