Pada Senin (8/4/2024) lalu terjadi kecelakaan maut di KM 58 Tol Jakarta -- Cikampek  melibatkan tiga kendaraan yang terlibat, yakni Bus Primajasa B 7655 TGD, Daihatsu Gran Max B 1635 BKT dan Toyota Rush, dimana dalam kecelakaan tersebut menyebabkan 12 orang meninggal dunia. Sebagai informasi, ke-12 korban tersebut adalah penumpang kendaraan Grandmax yang sebenarnya adalah angkutan travel gelap alias tidak berizin.
Setelah kejadian tersebut, Jasa Raharja, selaku pemegang amanat UU No. 34 Tahun 1964 tentang Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dengan gerak cepat memastikan untuk memberikan santunan kepada seluruh ahli waris korban kecelakaan, begitu pula memberikan jaminan perawatan rumah sakit bagi korban luka-luka lainnya.
Perihal ini ternyata mendapat tanggapan negatif dari pihak DPP Organda mengkritisi PT Jasa Raharja yang memberikan santunan ke seluruh korban meninggal dunia penumpang GranMax travel gelap yang mengalami kecelakaan di Tol Cikampek KM 58.
DPP organda, melalui ketuanya, Kurnia Lesani Adnan menuturkan bagaimana mungkin bisa kendaraan angkutan travel gelap dan tak berizin yang melanggar aturan mendapatkan santunan ketika mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan. Beliau menambahkan, seharusnya PT Jasa Raharja memberikan edukasi kepada masyarakat, bahwa harus memberikan santunan kepada yang angkutan umum yang tertib aturan.
Sepintas pernyataan ketua DPP Organda memang terlihat benar adanya, namun dalam tulisan ini akan saya paparkan tentang bagaimana sebenarnya ruang lingkup jaminan kecelakaan lalu lintas jalan yang diberikan oleh PT Jasa Raharja, sehingga memang ada dasarnya mengapa korban kecelakaan GrandMax Travel Gelap bisa mendapatkan santunan. Berikut beberapa hal yang dapat kita kaji dari kejadian naas ini.
Ruang Lingkup UU 34 Tahun 1964 dan UU 33 Tahun 1964
Pertama, kita harus mengetahui dulu bahwa PT Jasa Raharja yang merupakan perusahaan BUMN, mengemban amanat UU 33 Tahun 1964 dan UU 34 Tahun 1964. Saya tidak akan panjang lebar merinci isi pasal dan penjelasannya dari tiap undang-undang tersebut, tetapi merangkum tanggung jawab serta ruang lingkup yang diamanahkan kepada PT Jasa Raharja.
Pada UU No 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Umum menjelaskan korban yang berhak atas santunan adalah setiap penumpang sah dari alat angkutan penumpang umum yang mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan.
Sementara pada UU No 34 Tahun 1964 Jo PP No 18 Tahun 1965 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan menjelaskan bahwa korban yang berhak atas santunan adalah setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan.
Penjelasan singkatnya, untuk UU No 33 Tahun 1964 merupakan ruang lingkup jaminan bagi korban kecelakaan yang melibatkan angkutan umum baik yang bersifat laka tunggal maupun kecelakaan tabrakan lebih dari 2 kendaraan bermotor. Sementara UU No. 34 Tahun 1964 merupakan ruang lingkup jaminan bagi korban kecelakaan lalu lintas yang melibatkan tabrakan lebih dari dari 2 kendaraan bermotor, tetapi tidak untuk kecelakaan tunggal.
Kecelakaan KM 58 Tol Japek Bukan Laka Tunggal
Jika kita melihat kasus kecelakaan KM 58 Tol Japek yang melibatkan 3 kendaraan bermotor, maka  dipastikan kecelakaan tersebut bukanlah kecelakaan tunggal. Maka dari itu, berdasarkan ruang lingkup yang ada, semua korban kecelakaan dari ketiga kendaraan tersebut mendapat jaminan dari PT Jasa Raharja baik untuk perawatan luka-luka di Rumah Sakit, maupun santunan korban meninggal dunia kepada ahli waris.