Pada minggu lalu, saya sempatkan shalat tarawih di masjid Al Hikmah daerah Kratonan, Serengan, Surakarta. Jika ada kegiatan di kota Surakarta, saya memang sering shalat di masjid yang didirikan tahun 1947 ini, walaupun tidak begitu besar, vibes-nya sejuk dan lokasinya memang saya sering lewati jika berpergian ke tengah kota.
Masjid ini bisa saya katakan adalah masjid inklusif, karena sering melihat beberapa jemaah tetap yang kemungkinan mantan preman atau orang jalanan yang dimana diantara mereka terdapat tato di sekujur tubuh mereka tetapi terlihat sudah 'insyaf' mampu shalat lima waktu plus menggunakan busana gamis yang bersahaja, ini menandakan takmir masjid Al Hikmah mampu merangkul remaja lingkungan jalanan kota di sekitar masjid.
Ada hal lebih menarik adalah, tepat di sebelah masjid ini, berdiri Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan, dimana tempat ibadah umat Kristen ini jauh lebih berdiri terlebih dahulu yaitu di tahun 1939. Walaupun bersebelahan, tampak pengurus takmir masjid  Al Hikmah dan pengurus GKJ Joyodiningratan sangat rukun menjaga toleransi diantara mereka. Sebuah pemandangan langka jika ada masjid dan gereja saling bertetangga, namun mampu menjaga hubungan yang sangat baik serta membangun lingkungan sekitar.
Pada saat shalat tarawih, saya memarkir sepeda motor saya justru persis di dekat GKJ Joyodiningratan, karena begitu sesaknya lahan parkir masjid Al Hikmah, sungguh pemandangan toleransi yang luar biasa, dimana pihak pengurus gereja mau memberikan lahan parkirnya bagi Jemaah masjid.
Ada hal yang menarik pada saat shalat tarawih, dimana apabila bersamaan acara kebaktian gereja, maka pihak masjid akan menggunakan speaker  dalam masjid jika akan membaca Al Quran sebelum Adzan agar tidak mengganggu jemaat gereja, dan baru menggunakan speaker luar jika baru akan Adzan. Kemudian pihak gereja pun bertoleransi tidak mengadakan kebaktian hingga keluar gereja, jika pihak masjid sedang mengadakan tarawih, agar jemaah masjid bisa leluasa dalam parkir.
Lalu, bagaimanakah caranya pengurus takmir masjid Al Hikmah dan GKJ Joyodiningratan dapat selalu menjaga toleransi diantara mereka, berikut beberapa hal penting yang saya dapatkan ketika ngobrol bareng dengan pihak takmir masjid tentang konsep membangun kerukunan dengan GKJ Joyodiningratan yang saling bertetanggaan.
Kesadaran Komunal
Lokasi masjid Al Hikmah dan GKJ Joyodiningratan terletak di tengah kota yang multikultural, dimana wilayah Serengan, Surakarta bisa dibilang cukup padat penduduk beretnik tionghoa, kemudian juga komunitas Jawa-Kristen serta bauran kelompok Islam dari berbagai lintas ormas. Walau demikian, kedua rumah ibadah ini mampu merangkul semua kelompok masyarakat dengan baik.
Sebagai wujud kerukunan kedua rumah ibadah dan masyarakat sekitar, maka dibangunlah sebuah tugu lilin kecil diantara kedua bangunan tersebut. Tugu kecil tersebut sebagai simbol pemersatu dan toleransi antara GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah beserta masyarakat sekitar, sehingga terwujudlah kesadaran komunal hidup bersama di lingkungan yang sama walau berbeda keyakinan.
Komunikasi
Pihak takmir dan pihak pengurus gereja sebenarnya tidak selalu mengadakan komunikasi secara rutin, hanya pada saat ada event-event keagamaan besar biasanya kedua belah pihak berkomunikasi secara intens, dan saling mendukung.
Sebagai contoh, pada saat shalat ied Idul Fitri dan Idul Adha, pihak masjid Al Hikmah dapat menggunakan lahan parkir GKJ Joyodiningratan untuk barisan shaf pelaksanaa shalat ied jika diadakan di luar masjid hingga ke jalan raya, dan hal tersebut sudah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pihak gereja, dan pihak GKJ pun bisa memaklumi serta mensupport hal tersebut.