Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Takjil War, Bukti Konsep Rahmatan Lil Alamin

23 Maret 2024   04:13 Diperbarui: 23 Maret 2024   20:15 2411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pasar kaget takjil di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Selasa (12/3/2024). (KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)

Saya pernah tinggal di kota Pontianak sewaktu masih duduk di sekolah dasar dan memori yang selalu teringat adalah suasana vibes Ramadan yang saya rasa nilai lebih semarak ketimbang di Jawa. 

Saya katakan demikian, karena seingat saya Ramadan di kota itu tidak hanya dirayakan oleh umat muslim suku melayu, tetapi juga disemarakkan oleh teman-teman saya etnis Hakka dan suku Dayak yang beragama non-muslim.

Etnis Tionghoa -- Teocheu dan Hakka terbilang jumlahnya sangat banyak di Kalimantan Barat, saya punya banyak teman dari etnis Hakka, di mana saat Ramadan tiba, mereka juga turut serta berjualan takjil di Pasar Juadah, yaitu area jualan takjil khas Kota Pontianak, ibu saya sering membeli 'aek tahu' dan 'chai kwe' dari mereka.

Jujur saya kangen kudapan 'chai kwe', saya rekomendasikan bagi Kompasianer yang berkunjung ke Pontianak untuk mencoba kudapan ini, kue tepung kanji kukus yang berisi berbagai macam isian kemudian dicocol sambal khas Pontianak, saya jamin Anda akan ketagihan.

Di Pontianak, saya juga memiliki saudara dari suku Dayak yang beragama Kristen, di mana mereka juga sering membawakan makanan untuk berbuka bagi keluarga saya, biasanya kue bingka dan makanan khas lainnya, dan sewaktu hari raya Natal tiba, keluarga saya juga membawakan kue-kue kering khas lebaran kepada mereka, sungguh pemandangan sejuk pada saat itu, entah apa tradisi itu masih terjaga hingga sekarang, karena saya sudah domisili di Jawa cukup lama.

Sepenggal kisah saya di atas, bisa dikatakan viralnya Takjil War sebenarnya sudah lama terjadi pada bangsa Nusantara yang berbudi luhur ini. Konsep gemar berbagi bukan sekadar domain umat muslim semata di Nusantara, tetapi memang sifat asli kearifan lokal nenek moyang kita. Fenomena takjil war dapat dikatakan jawaban keresahan bangsa ini dalam beberapa dekade terakhir terkotak-kotak karena politik identitas keagaamaan, bahwa sebenarnya umat muslim dan umat non-muslim di Indonesia memiliki jiwa toleransi yang amat tinggi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata takjil memiliki arti mempercepat dalam berbuka puasa. Terminologi tersebut berakar dari kata 'ajila dalam bahasa Arab yang memiliki arti menyegerakan, sehingga takjil bermakna perintah untuk menyegerakan untuk berbuka puasa.

Ilustrasi Takjil War (sumber : Media Indonesia)
Ilustrasi Takjil War (sumber : Media Indonesia)

Dari kacamata sejarah, takjil sebenarnya adalah salah satu media dakwah ulama Nusantara dalam syiar damainya. Mulanya, hidangan takjil hanya diperuntukkan para jemaah masjid untuk berbuka puasa pada masa awal dakwah di Nusantara pada saat bulan Ramadan.

Namun lama kelamaan, masyarakat sekitar yang belum memeluk Islam, juga kebagian takjil dari takmir masjid, hingga akhirnya banyak masyarakat masuk Islam dengan metode ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun