Seorang yang ditunjuk membuka debat, wajib membangun mosi yang jelas dan mudah dipahami, agar supaya pembahasan dalam debat dapat berjalan lancar antar peserta debat. Boleh-boleh saja memakai istilah asing atau akronim, tetapi itu hanya sebagai ‘bagian’ dari mosi, bukan menjadi fondasi utama dalam membangun mosi, dan sang pembuka debat harus mendefinisikan sejelas-jelasnya istilah-istilah atau akronim yang ada dalam mosi.
Padat dan Afirmatif
Mosi yang dibangun harus merupakan suatu kesatuan fokus yang ingin dibahas, artinya sang pembuka debat tidak boleh langsung membuat simpulan mosi tanpa menjelaskan retorika yang membangun mosi tersebut atau tidak boleh juga bertele-tele lari kemana-mana dan tak jelas fokus apa yang mau disampaikan.
Dalam kasus debat capres cawapres kali ini, saya akui dan bukan bermaksud memihak, peserta debat yang piawai membangun retorika lalu membuat punchline mosi yang mantap adalah pak Anies Baswedan dan Pak Ganjar Pranowo. Ini penilaian saya secara obyektif, kalau Pak Muhaimin masih berputar-putar, Pak Prabowo terlalu normatif mosinya, Mas Gibran paling nakal dengan mosi menjebak dan langsung membuat mosi tanpa penjelasan konkrit, sementara Pak Mahfud agak terlalu story telling pengalaman, jadi kurang fokus mosinya.
Intinya membuat mosi juga mirip-mirip seperti membawakan materi stand up comedy, dimana kita buat dulu beberapa poin-poin definitif beserta alurnya, baru pada endingnya kita membuat punchline-nya atau mosi yang akan dibangun dalam debat. Â
Objektif dan Bebas Dari Prasangka
Sebisa mungkin mosi yang dibangun jauh dari maksud tendesius atau opini semata, artinya harus seobjektif mungkin serta tidak ambigu. Mosi yang dibangun secara objektif, maka akan mengarahkan materi debat menjadi lebih bermutu dan akan menghasilkan solusi untuk menyelesaikan masalah yang diangkat dalam perdebatan.
Mosi yang dirancang juga harus jauh dari bias atau prasangka, dalam artian harus sejelas-jelasnya. Dalam lomba-lomba debat, biasanya terkadang ada sesi dimana sang pembuka debat bisa diminta menjelaskan lagi mosi yang dibangunnya, jika lawan debatnya merasa ada yang kurang jelas. Jika mosi sudah bisa diterima oleh sang lawan debat, maka sesi debat bisa dilanjutkan, dan debat pun berjalan lancar serta menarik.
Maka tak heran, pada debat cawapres kemarin, pak Mahfud tak bisa melanjutkan debat ketika sesi versus dengan Mas Gibran, karena mosi yang dibangun Mas Gibran sudah tak jelas dan penuh bias sedari awal. Ditambah lagi kelakuan gimmick clingak-clinguk tak terpuji dari Mas Gibran itu sudah melanggar kode etik dalam lomba debat resmi, baik aturan KPU maupun aturan lomba debat internasional, dimana peserta debat tidak boleh melakukan gerakan gestur yang provokatif.
Landasan Kuat
Mosi harus didukung oleh tanggung jawab bukti yang memuaskan, artinya pihak yang menyampaikan mosi seyogyanya harus mampu memaparkan argumen, data atau bukti yang kuat untuk menyokong atau mendukung mosi yang mereka ajukan.
Dengan dasar landasan yang kuat tersebut, maka mosi dapat menjadi ‘arah’ yang kuat pula di dalam perdebatan, sehingga membantu tujuan komunikasi yang diharapkan. Pada kasus Green Inflation di atas, sang pembuka debat yaitu Mas Gibran, seharusnya sedari awal harus menjelaskan urgensinya kasus ini sejelas-jelasnya dengan data-data yang valid, sehingga pak Mahfud pun bisa menanggapinya sesuai yang diharapkan oleh Mas Gibran, jadi tak masalah pak Mahfud  menjelaskan ‘ekonomi hijau’ yang jauh lebih banyak dimengerti oleh para audiens, yang pada intinya dimana inflasi hijau adalah bagian dari ekonomi hijau.
Intinya adalah mosi tidak boleh dibangun hanya sekadar afirmasi saja, tetapi juga membutuhkan penjelasan-penjelasan definif diperkuat data, informasi yang diperlukan.
Mosi dalam debat intinya mirip keseharian kita ketika berkomunikasi antar manusia yaitu komunikasi yang efektif adalah ketika sang penerima pesan, memahami isi pesan yang disampaikan sang penyampai pesan. Ketika pesan utama bisa tersampaikan dengan baik, maka selanjutnya terjadilah komunikasi yang sehat diantara keduanya. Maka dari itu pilihlah pemimpin yang mampu menyampaikan pesan kepada rakyatnya dengan baik, karena kerjaan pemimpin itu memang ‘omon-omon’ yang bijaksana dan menyelesaikan masalah bangsa. Semoga bermanfaat.