Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tips Mengendalikan Ambisi, Agar Tidak Jadi Orang Jahat

20 Desember 2023   12:13 Diperbarui: 20 Desember 2023   12:13 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : New Leaf Recovery 

Dalam suatu perdebatan sengit antara saya dan istri tentang lebih bagus mana antara sinetron Indonesia dan Drama Korea, terdapat hal yang unik, dimana saya justru pro Drakor, sementara istri saya adalah pencinta produk lokal sinetron Indonesia.

Argumen yang saya berikan kepada istri saya bukanlah karena pemain drama korea itu cantik-cantik atau lokasi syutingnya bagus di luar negeri, tetapi saya menilai sebagian Drakor memiliki kelebihan pada sifat tokoh dalam ceritanya yang sangat alami.

Sifat tokoh alami yang dimaksud adalah, dimana dimensi tokoh protagonis dan antagonis tidak begitu kentara. Hal ini tentu jelas hampir mirip dengan kehidupan kita sehari-hari, dimana sebenarnya tidak ada orang yang benar-benar sangat baik alias innocent tetapi juga tidak ada orang yang benar-benar sangat jahat.

Dalam drama Korea, tokoh antagonis tidak digambarkan sebagai tokoh yang ingin menguasai segalanya atau menghancurkan sepenuhnya seperti halnya dalam Telenovela Latin, Drama India, Drama Turki kesukaan ibu saya dan Sinetron Indonesia.

Dalam Sinetron Indonesia atau Telenovela Latin, tokoh antagonis selalu diekspos mukanya dengan sorot mata tajam, dahi berkerut seolah ingin membenamkan tokoh protagonisnya agar musnah di muka bumi dengan segala cara di setiap episodenya, ya mirip-mirip serial Power Rangers atau Kamen Rider.

Padahal fragmen seperti itu, hampir tidak ada dalam kehidupan kita sehari-hari, orang yang jahat dengan kita, justru sering ramah dengan kita, tetapi menusuk dari belakang.

Drama Negeri Ginseng selalu menggambarkan kisah 'mengapa' si tokoh antagonis bisa menjadi jahat, dan ada selalu ada cerita 'logis' mengapa dia berubah menjadi jahat. Dan kita yang hanyut menontonnya pun, tidak 'merasakan' si tokoh antagonis ini sepenuhnya jahat.

Sebagai contoh kisah klasik percintaan antara anak keluarga kaya dengan anak keluarga miskin, jika dalam sinetron Indonesia sudah jelas orang tua keluarga kaya tidak mau bersanding dengan keluarga miskin karena masalah status, tetapi dalam Drakor, kisah klasik ini jauh lebih kompleks dan rumit, bukan sekedar status.

Belum lagi kisah Drakor yang sangat detail tentang keseharian pekerjaan para tokoh-tokoh di dalam ceritanya, tidak seperti sinetron Indonesia yang plot ceritanya straight to the problem. Kedetailan keseharian pekerjaan para tokohnya, membuat Drakor terkesan sangat alami, sehingga bisa me-logis-kan pikiran penontonnya tentang karakter tokohnya, baik protagonis maupun antagonis.

Hal yang menarik perhatian saya adalah dan dijadikan pelajaran jika menonton Drakor adalah bahwa kita harus positive thinking terhadap setiap orang. Sejatinya tidak ada orang yang jahat di dunia ini, yang membuat mereka melakukan hal negatif adalah pengalaman-pengalaman pahit di masa lalunya, dan ia salah melampiaskan keresahan hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun