Mohon tunggu...
Satria Zulfikar
Satria Zulfikar Mohon Tunggu... -

Saya seorang Aktivis di HMI dan Atif di LSM PUSPAWARNA (Penguatan Supremasi Warga Negara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jawaban untuk Kompasianer Pendukung Prabowo Subianto

29 Agustus 2014   19:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:10 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemenangan Joko Widodo sebagai Presiden ke-7 Indonesia membuat prestasi besar bagi jalannya demokrasi di Indonesia ini, setelah 32 tahun bernaung dibawah langit ordebaru yang dipimpin militer yang otoriter kini juga melalui orde reformasi selama 10 tahun dipimpin lagi-lagi oleh militer, namun dampak bagi kemajuan Indonesia baik dari segi kesejahteraan masyarakat dan perlindungan Hak Asasi Manusia belum didapat, dibawah rezim tirani ordebaru justru pelanggaran Ham terjadi dimana-mana, politik ala Niccolò Machiavelli digunakan sebagi perisai kekuasaan, di orde reformasi kini permasalahan bukan pada Ham, namun tingkat korupsi merupakan suatu kejahatan yang secara langsung dan sangat kronis menembus jantung NKRI kita.

Kemenangan Jokowi membawa harapan baru atas komitmenya memperkuat kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), figur yang merakyat yang ada pada dirinya mampu menarik simpati publik untuk mendukungnya, selain karena rekam jejak yang baik, Jokowi tidak suka menculik orang yang mengkritisinya, namun apakah kemenangan Jokowi disambut iklas oleh semua kalangan, tampaknya tidak, bukannya hanya Prabowo yang tidak ikhlas namun banyak pendukung Prabowo yang tidak iklas melihat Macan Asia dikalahkan Banteng merah.

MENEPIS ISU-ISU NEGATIF TENTANG JOKOWI

Seorang Kompasianer bertannya tentang legalitas Jokowi maju sebagai Calon Presiden Republik Indonesia, menurutnya Jokowi melanggar sumpah jabatan, walaupun tidak secara gamblang dijelaskan  dalam teks sumpah/janji jabatan namun hal tersebut bertentangan dengan undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Berikut adalah teks sumpah/janji jabatan yang pernah dibacakan Jokowi:

“Demi Allah saya bersumpah, akan memenuhi kewajiban saya, sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 danmenjalankan segala undang-undang dan peraturan dengan selurus-lurusnya,serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.”

Sangat jelas sekali disana tidak disebutkan menjabat harus sampai akhir jabatan 5 tahun kedepan, karena situasi dan kondisi kedepan tidak ada yang mengetahuinya, entah Gubernur sakit berat yang menyebatkan tidak dapat menjalakan tugas, meninggal dunia, dipenjarakan akibat kejahatan yang dilakukan atau izin cuti, hal tersebut yang menjadi acuan teks sumpah/janji jabatan tidak tertulis diharuskan menjabat selama 5 tahun.

Jika diperhatikan sumpah/janji jabatan diatas tertulis dalam huruf kapital Gubernur wajib “menjalankan segala undang-undang dan peraturan dengan selurus-lurusnya” artinya Gubernur melakukan sesuatu tidak boleh bertentangan dengan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, dalam pasal 7 ayat (1) tertulis Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota yang akan dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus meminta izin kepada Presiden

Dalam pasal tersebut jelas melegalkan Gubernur untuk dapat mencalonkan diri sebagai Presiden, dan Jokowi telah menjalankan sumpah/janji jabatannya untuk menjalankan segala undang-undang dengan selurus-lurusnya, jadi sangat aneh jika menuding Jokowi mengingkari sumpah/janji jabatan, sedangkan yang menjamin Gubernur dapat maju dalam bursa Pilpres adalah undang-undang produk Legislatif bersama Eksekutif, jika keberatan yang ada pada undang-undang tersebut harusnya memprotes pada DPR dan Presiden untuk dilakukan Pengujian Undang-undang (Judicial Review) pada Mahkamah Konstitusi bukan pada Jokowi yang hanya menjalankan undang-undang.

Terkait dengan Pasal 110 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan: “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memegang jabatan selama 5 ( lima ) tahun terhitung sejak pelantikannya dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Perlu dipahami untuk Pendukung Prabowo, bahwa pasal 110 ayat (3) diatas adalah “kewenangan” Gubernur untuk manjabat selama 5 tahun, kewenangan berbeda dengan “kewajiban”, pasal diatas tidak dijelaskan bahwa Gubernur harus menjalankan tugas selama 5 tahun, karena Gubernur juga memiliki kewenangan lain yang dijamin oleh undang-undang seperti maju sebagai calon Presiden.

Jika pasal diatas mengharuskan Gubernur untuk menjabat selama 5 tahun tentunya tidak ada pada undang-undang Pilpres yang menyatakan Gubernur dapat maju sebagai calon presiden, karena tentunya undang-undang tersebut akan bertolak belakang serta berlawanan, tidak mungkin Pemerintah membuat undang-undang yang kontradiksi dengan undang-undang lama buatan mereka sebelum merubah undang-undang lama tersebut.

jadi untuk pendukung Prabowo pintar-pintarlah untuk mengkaji suatu produk hukum seperti undang-undang, jika pendukung Prabowo cerdas dalam memahami dan menafsir produk hukum, tentunya Prabowo tidak dipermalukan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kemarin karena gugatan Prabowo tidak masuk pada kewenangan PTUN, itu terjadi karena Prabowo tidak memahami hukum dan mekanisme beracara dalam persidangan.

PERNYATAAN RACHMAWATI: PUTUSAN MK KEMENANGAN IMPERIALIS

Bagai menepuk air di dulang terpercik muka sendiri, itulah Rachmawati, bukan rahasia umum lagi jika permusuhan dengan Megawati mewarnai hari Putri Soekarno ini, sangat disayangkan pernyataannya mengatakan putusan MK kemenangan imperialis, berdasarkan dugaannya tentang keterlibatan Asing dalam Pemilu di Indonesia ini, menurut Rachmawati yang dikutip dari Fajaronline, Hal ini terbukti dengan kehadiran tokoh AS di sekitar pelaksanaan pilpres. Mulai dari mantan Presiden AS Bill Clinton sampai senator yang juga mantan capres AS, John McCain. Bahkan, wartawan asal AS, Allan Nairn secara terus terang menyerang Prabowo, yang tentu menguntungkan Jokowi.

Pertama, sesuai dengan pasal 1 ayat (3) UUD RI Tahun 1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, untuk itu seharysnya mengedepankan Azas Praduga tak bersalah yaitu Seseorang tidak dapat dikatan bersalah sebelum ada putusan hakim, artinya Rachmawati memberitakan hal diatas tidak disertai bukti apakah betul pihak asing terlibat dalam Pilpres di Indonesia, jika hanya menuduh atau menuding, semua orang tentu mampu bahkan lebih mudah dari bernafas, namun pembuktikan harus disertai hingga yang subjektifitas akan berubah menjadi objektif dan rasional.

Putusan MK menolak gugatan Prabowo artinya tudingan terhadap KPU yang penuh dengan kecurangan tidak terbukti, sebelumnya sudah saya katakan, menuduh itu gampang, namun pembuktian yang menjadi kendala, apalagi tentang keterlibatan asing yang tidak adanya bukti, makanya dalam gugatan Prabowo tidak termasuk menggugat keterlibatan asing, karena itu Cuma dugaan yang bersifat subjektifitas oleh kubu Prabowo.

Terkait pemberitaan Allan Nairn yang menyerang Prabowo, kenapa tidak berani menuntut Allan Nairn secara serius layaknya menggugat KPU, apakah karena pernyataan Allan terbukti benar? Ataukah karena Allan orang asing?, tentu bukan menjadi rahasia umum bahwa Prabowo memang kroni Soeharto yang memiliki keahlian sebagai diktator, tidak perlu berbicara banyak, hemat saya pengalaman orde baru dapat membukanya, TNI menjadi agresif karena kewenangan yang melebihi batas nalar manusia, tidak heran Mantan Perwira TNI diberitakan seperti itu, yang menjadi heran masih saja ada manusia yang percaya Militer setelah mengalami kejenuhan dan banyak masalah yang dipimpin oleh seorang berlatar Militer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun