Mohon tunggu...
Satria Zulfikar Rasyid
Satria Zulfikar Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang mahasiswa juara bertahan di kampus! Bertahan gak wisuda-wisuda.. mau wisuda malah didepak!! pindah lagi ke kampus lain.. Saat ini bekerja di Pers Kampus. Jabatan Pemred Justibelen 2015-2016 Forjust FH-Unram Blog pribadi: https://satriazr.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penundaan Revisi UU KPK Pemicu Elektabilitas Jokowi Menurun

23 Februari 2016   12:53 Diperbarui: 23 Februari 2016   13:16 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo ketika menghadiri rapat koordinasi regional II perumahan dan kawasan permukiman tahun 2013 di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2013)."][/caption]Setelah menggelar rapat konsultasi dengan Pimpinan DPR (22/2), Presiden Jokowi menyatakan bahwa revisi Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditunda. Terhitung sudah dua kali draf revisi UU KPK inisiatif DPR RI era Jokowi ditunda, sebenarnya masyarakat tidak bisa bernapas lega tentang revisi ini, karena suatu waktu akan menjadi bom waktu bagi lembaga antirasuah tersebut.

Permasalahan akan muncul lagi ketika suatu waktu revisi ini dihidupkan kembali, ketika terjadi isu baru di Indonesia dan momen tersebut dimanfaatkan secara kilat membahas revisi UU KPK. Namun saharusnya Jokowi berpikir bahwa dengan terlalu lama membiarkan penundaan revisi UU KPK maka elektabilitasnya di mata masyarakat menurun, karena KPK merupakan lembaga yang saat ini begitu sangat mendapat tempat di hati masyarakat, berpikir bahwa korupsi merupakan musuh bersama yang harus dilawan, maka ketika ada pihak yang mengusik KPK, sekalipun itu adalah Presiden (inisiatif pemerintah) akan tetap ada penolakan keras.

Apalagi melihat Nawacita Jokowi yang keempat yang berbunyi ‘menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya’ hal itu diperjelas lagi dalam penjelasan nawacita tersebut, yang substansinya adalah memperkuat KPK, ditambah lagi dengan wawancara ekslusif Jokowi yang menegaskan memperkuat KPK dengan menambah anggaran maupun menambah jumlah personil penyidiknya, tonton disini ‘Video: Jokowi Komitmen Perkuat KPK.’

Ditambah lagi pada tahun 2012 sejak mencuatnya rencana revisi UU KPK era SBY, hanya fraksi PDI Perjuangan satu-satunya yang menolak revisi UU KPK (PDIP tolak revisi UU KPK), ini semua akan menjadi senjata bagi lawan politik Jokowi dalam merusak elektabilitas Jokowi di mata publik, sehingga jika betul-betul komitmen dengan janji, seharusnya Jokowi menolak revisi UU KPK, bukan penundaan yang nantinya akan menjadi bom waktu tidak hanya bagi KPK tetapi juga bagi Jokowi.

Mengapa Harus Revisi UU KPK?

Di tengah elektabilitas KPK yang sangat baik di mata masyarakat, muncul rencana revisi, banyak politisi mempertanyakan kapan KPK akan berakhir (baca: dibubarkan), bukankah KPK adalah lembaga adhock?. Namun harus diketahui bahwa KPK lahir dari rahim reformasi sebagai pemicu atau trigger mechanism atas lembaga Kepolisian maupun Kejaksaan yang dinilai mandul dalam pemberantasan korupsi, sehingga hadirlah KPK yang sangat luar biasa kredibilitasnya dalam pemberantasan korupsi, bagaimana cara mengukurnya? cukup saja kita membandingkan berapa jumlah uang negara yang diselamatkan KPK sejak berdirinya KPK tahun 2003 hingga sekarang, dan bandingkan berapa jumlah uang negara yang diselamatkan Kejaksaan sejak berdirinya pada 19 agustus 1945 hingga sekarang.

Dikutip dari Kompas.com, menurut pengamatan Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corupption Watch (ICW), Emerson Yuntho bahwa pada 2004-2009 Kejagung mengembalikan uang negara sebanyak Rp. 4,7 triliun, sedangkan KPK sebanyak Rp. 4 triliun, namun justru jumlah kasus korupsi yang ditangani Kejagung lebih banyak dari KPK.

Pada 2010-2013 Kejagung mengembalikan uang negara hingga Rp. 1,2 triliun, sedangkan KPK hanya pada tahun 2013 saja dapat mengembalikan uang negara sebesar Rp. 1,1 triliun. Pada 2014 Kejagung dengan menangani 472 kasus korupsi mengembalikan uang negara sebesar Rp. 1,7 triliun, sementara KPK hanya 34 kasus korupsi namun mampu mengembalikan uang negara sebesar Rp. 2,9 triliun. Silahkan baca disini: Mencari “Roh” Pemberantasan Korupsi, ini yang menjadi alasan mengapa KPK begitu sangat dicintai masyarakat Indonesia.

Banyak politisi mengatakan, kenapa tidak Kejaksaan yang diperkuat, namun lagi-lagi mereka lupa, bukankah justru banyak orang-orang kejaksaan yang ditangkap KPK gara-gara kasus korupsi, jika Kejaksaan diperkuat dengan mental yang belum siap maka kehancuran yang akan didapatkan masyarakat, ditambah lagi Kejaksaan memiliki kewenangan seperti KPK maka fatal jadinya. Bagaimana dapat diperkuat ketika mental masih saja lemah menghadapi koruptor, itu sama saja menitipkan ikan goreng pada kucing.

KPK Harus Prioritaskan Pencegahan?

Lagi-lagi konsep aneh dikeluarkan orang-orang yang ingin mempreteli kewenangan KPK, menurut mereka KPK harusnya prioritaskan pencegahan daripada penindakan, hal itu sungguh aneh, dari namanya saja Komisi Pemberantasan Korupsi, kok orientasinya pada pencegahan, hal itu sama saja KPK merebuti posisi ibu rumah tangga, karena justru keluarga-lah yang harusnya memiliki prioritas mengajarkan anak-anaknya untuk tidak korupsi, budaya tidak koruptif harus diberikan dari lingkungan keluarga, kalau KPK dipaksa prioritaskan pencegahan, sama saja ada ketidakpercayaan dengan ibu rumah tangga terkait pendidikan moral yang diberikan pada anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun