[caption caption="(dok.pribadi)"][/caption]Berkunjung ke Lombok Epicentrum Mall (23/2) di Lombok-NTB, rasanya merupakan hari yang luar biasa, bagaimana tidak, memasuki lantai dasar mall kita sudah dapat menikmati pemandangan yang luar biasa, terdapat lapak besar yang menjual buku-buku murah yang tentunya harganya cukup ideal di kantong mahasiswa.
Menemukan buku murah di Lombok merupakan hal yang luar biasa, karena tidak seperti Shopping Center di Yogyakarta, yang memang menyajikan buku yang begitu murah, sehingga pantas disebut kota pelajar. Di Lombok yang terkenal dengan pariwisatanya sangat jarang dijumpai lapak buku murah, sehingga hari ini merupakan hari yang begitu dinanti-nanti peminat buku di Lombok.
[caption caption="dok.pribadi"]
Berjalan bersama 2 orang teman kuliah, saya berburu buku-buku yang begitu murah dan memiliki nilai ilmu yang tinggi, bagaimana tidak, buku-buku ilmiah dijual seharga Rp. 10.000 hingga Rp. 40.000, pemikiran Tan Malaka dijual seharga Rp. 20.000, pemikiran para filsuf lainnya tidak kalah murah dijual.
Saya yang penasaran bertanya pada karyawan lapak buku tersebut, buku-buku ini dari mana datangnya, karyawan itu menjawab bahwa buku-buku murah ini datangnya dari Gramedia. Sangat menarik sekali, memang baru tiga tahun yang lalu kota Mataram telah memiliki gramedia, tepat pada tanggal 17 juni 2013 PT Gramedia Asri Media telah melebarkan sayapnya di pulau Lombok.
Menurut karyawan bahwa setiap satu bulan sekali buku-buku yang sudah tidak laku atau kelamaan di gramedia akan di over ke lapak buku murah tersebut. Sangat menarik tentunya, buku-buku dapat dimiliki dengan harga yang murah, namun justru saya yang sejak awal ingin berburu buku murah ini sama sekali tidak mendapat lawan berburu, terlihat tidak lebih dari sepuluh orang pengunjung yang saya temukan, justru toko pakaian yang harganya selangit lebih banyak pengunjungnya, di sana muncul asumsi saya bahwa masyarakat NTB kurang tertarik dalam membaca buku.
[caption caption="(dok.pribadi)"]
Asumsi saya ini bukan didukung hanya satu faktor, faktor kedua juga saya temukan ketika menemukan mahasiswa sedang membaca, bukan berarti mereka memang gemar membaca tetapi karena sebentar lagi akan diselenggarakan ujian, sehingga saya memunculkan suatu anekdot di kampus, bahwa ketika kamu menemukan ada mahasiswa sedang membaca buku, itu tandanya sebentar lagi akan ada ujian. Mahasiswa yang seharusnya menyandang label intelektual namun kontras sekali dengan keadaan sehari-hari, lebih gemar untuk mendownload film terbaru atau perawatan di salon kecantikan.
Faktor ketiga juga yang memperkuat asumsi saya, dimana justru toko-toko buku sangat jarang dikunjungi, di jalan Airlangga, Mataram, berdiri toko buku dengan nama Elex Comic Center, sepanjang hidup saya di kota Mataram tak pernah saya jumpai minimal 5 orang yang berkunjung pada toko buku tersebut, bahkan pengunjungnya hanya dua orang, terhitung dengan dua orang karyawannya. Memang dari namanya toko buku tersebut menjual komik, namun jika masuk, kita juga disajikan dengan buku sejarah, pemikiran filsuf, autobiografi, dsb.
Di Ampenan, Mataram, berdiri toko buku Dunia Ilmu, dimana menjual buku-buku bernuansa Islam, pemikir Islam, penemu Islam, sejarah Islam dan yang bergenre Islami lainnya, sempat saya memborong buku seharga satu juta rupiah di toko buku tersebut, dengan penuh heran pedagangnya bertanya apakah buku yang saya beli untuk dijual lagi, karena sangat jarang sekali masyarakat membeli buku, apalagi dengan jumlah besar, hingga saat ini toko buku tersebut masih sangat sepi pengunjungnya.
[caption caption="dok.pribadi"]