Mohon tunggu...
Satria Zulfikar Rasyid
Satria Zulfikar Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang mahasiswa juara bertahan di kampus! Bertahan gak wisuda-wisuda.. mau wisuda malah didepak!! pindah lagi ke kampus lain.. Saat ini bekerja di Pers Kampus. Jabatan Pemred Justibelen 2015-2016 Forjust FH-Unram Blog pribadi: https://satriazr.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kronologis Kisruh Golkar dari Waktu ke Waktu

25 Januari 2016   00:46 Diperbarui: 31 Januari 2016   00:26 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisruh di Partai berlambang pohon beringin ini rupanya cukup alot, perselisihan internal partal Golkar dari waktu ke waktu belum juga menemukan win-win solution antara kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono.

Disini akan dikupas kronologis polemik yang melanda partai Golkar dengan tiga fase, tiga fase dimaksud yaitu fase awal mula konflik, fase penyelesaian konflik melalui jalur hukum dan terakhir fase penyelesaian konflik melalui koridor politik, berikut kronologis perselisihan di tubuh partai Golkar dari waktu ke waktu.

Awal Mula Konflik

Minggu 18 mei 2014 diselenggarakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke VI Partai Golkar di Jakarta, dari hasil terselenggaranya rapimnas tersebut memandatkan Aburizal Bakrie (ARB) sebagai Capres atau Cawapres di Pilpres 2014, keputusan tersebut diambil dalam rapat tertutup dengan melibatkan 33 DPD I.

ARB kemudian secara tegas menyatakan bahwa kader Golkar yang ingin maju menjadi capres ataupun cawapres diluar dirinya harus menanggalkan jabatan baik pada pengurus partai maupun anggota partai sesuai dengan peraturan internal Golkar. Disamping itu rapimnas juga membahas mitra koalisi Golkar dalam bursa pilpres 2014, Golkar yang meraup 14,75 persen suara atau 16,3 persen kursi di parlemen tentunya merupakan partai yang cukup berpengaruh.

Namun dinamika baru muncul ketika Ical (ARB) mengikuti kampanye Prabowo-Hatta di Bandung, Jawa Barat dan Solo, banyak yang mengkritisi ARB karena terlibat koalisi dengan Prabowo yang telah mengusung Hatta sebagai cawapres, karena disisi lain mantan ketua umum Golkar, Jusuf Kalla telah maju sebagai cawapres di kubu Jokowi. Dari inilah muncul retak-retak kecil di tubuh partai Golkar yang akan menjadi patahan San Andreas (besar).

Dinamika barupun muncul lagi pasca kekalahan Prabowo-Hatta di pilpres 2014, banyak kader Golkar merasa berang dengan sikap ARB yang justru berkoalisi dengan Prabowo ketimbang berkoalisi dengan Jokowi yang juga mengusung kader Golkar sebagai cawapresnya, tiba-tiba Musyawarah Nasional (Munas) Golkar akan dipercepat pada tanggal 30 november 2014 padahal rapat pleno DPP Golkar akan menjadwalkan Munas pada Januari 2015, ada indikasi percepatan munas yang diawali rapimnas untuk aklamasi ARB menjadi ketua umum kembali.

Ketua DPP Golkar, Agun Gunanjar mensinyalir percepatan munas adalah untuk percepatan ARB menjadi ketua umum, ia mengharapkan agar munas melibatkan KPK.

DPP Golkar dibawah ARB memberi sanksi kader yang menghendaki munas sesuai AD/ART Partai, ARB juga memecat Nusron Wahid, Poempida Hidayatullah dan Agus Gumiwang dikarenakan mendukung Jokowi-JK dalam pilpres yang tidak sesuai keputusan partai, namun anehnya justru JK tidak dipecat yang mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri sebagai kader, sedangkan dari keputusan partai seharusnya JK mengundurkan diri sebagai kader.

Situasi baru muncul ketika berlangsungnya voting di DPR RI terkait undang-undang pemilihan langsung kepala daerah, 11 anggota DPR RI dari Fraksi Golkar mendukung pemilu secara langsung, tidak sesuai dengan internal Golkar yang hendaki pemilu tidak secara langsung, alhasil sanksi pencopotan jabatan struktur di partai Golkar diberikan.

Sebelum berlangsung rapat pleno untuk membahas munas, telah terjadi koordinasi Golkar dengan menghadiri DPD-DPD I di Bandung untuk melakukan skenario tertutup agar munas dilakukan sesegera mungkin dan memenangkan ARB, namun upaya tersebut dipatahkan dalam rapat pleno partai Golkar.

Rapat pleno DPP Golkar guna menyelesaikan rancangan materi munas Golkar kedatangan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dengan seragam lengkap dan menyebabkan konflik terbuka, banyak kader maupun anggota AMPG terluka akibat bentrok tersebut.

Rapat pleno DPP Golkar batal dilaksanakan akibat kericuhan tersebut. Tim Penyelamat Partai Golkar dipimpin Agung Laksono dan beranggotakan Priyo Budi Santoso, Zainudin Amali, Agus Gumiwang, Yorrys Raweyai, Agun Gunandjar, Ibnu Munzir, Laurence Siburian, serta Zainal Bintang memecat ketua umum Golkar ARB dan sekjen Golkar Idrus Marham, karena dianggap tidak mampu melanjutkan rapat pleno sebagai syarat menuju arena munas, sehingga DPP resmi dikendalikan oleh Majelis Penyelamat Partai Golkar, kemudian dibentuk pejabat sementara ketua umum Golkar dan presidium penyelamat partai Golkar sebagai wadah politik.

Pada bulan november hingga 2 desember 2014 munas Golkar diselenggarakan di Bali, kemudian mengangkat ARB sebagai ketua umum baru Golkar, disela itu juga DPP Golkar dengan pejabat sementara ketua umum Agung Laksono melakukan munas di Ancol pada tanggal 6-8 desember 2014 yang memilih Agung Laksono sebagai ketua umum Golkar. Dua munas ini melahirkan dua pengurus, proses pendaftaran hasil munas pada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Menkumham Yasonna Laoly menerbitkan SK kepengurusan hasil munas Ancol, sedangkan hasil munas Bali tidak diterbitkan, karena menurut Yasonna, hasil munas Ancol yang sah secara hukum, karena munas digelar oleh pejabat sementara ketua umum Golkar, sedangkan ARB justru sebelumnya telah dipecat. Dari itulah menjadi babak baru kisruh Golkar melalui koridor hukum.

Penyelesaian Melalui Jalur Hukum

Merasa keberatan dengan SK Menkumham yang mengakui Agung Laksono, ARB melakukan gugatan terhadap SK Menkumham nomor M.HH-01.AH.11.01, ke PTUN, putusan PTUN nomor 62/G/2015/PTUN.JKT akhirnya membatalkan SK Menkumham tersebut, guna mengantisipasi terjadinya kekosongan kepengurusan Golkar jelang Pilkada serentak maka hakim menyatakan kepengurusan yang berlaku yakni berdasarkan hasil munas Riau 2009 yang memenangkan ARB.

Menkumham Yasonna Laoly keberatan dan mengajukan banding ke PTTUN, putusan PTTUN membatalkan putusan PTUN yang memenangkan ARB, melalui putusan nomor 62/B/2015/PT.TUN. JKT membatalkan putusan PTUN. Hakim berdalih meskipun kubu ARB selaku penggugat/terbanding mendalilkan SK Menkumham bertentangan dengan peraturan perundang-undangan namun kubu Agung dalam persidangan pada PTUN telah menjelaskan eksepsi dan bantahannya. Putusan PTTUN dibacakan tanggal 10 juli 2015.

ARB kembali ajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terkait putusan PTTUN yang memenangkan Menkumham, seandainya ada 1000 upaya hukum, mungkin ini akan semakin alot. Majelis hakim MA yang diketuai oleh Dr. Imam Soebechi dengan anggota Dr. Irfan Machmudin dan Supandi pada tanggal 20 oktober 2015 menyatakan putusan PTTUN yang memenangkan Menkumham batal dan dikembalikan pada hasil putusan PTUN.

Putusan kasasi MA dengan nomor 490K/TUN/2015 akhirnya menjadi akhir perseteruan melalui koridor hukum, akhirnya Menkumham pada tanggal 30 desember 2015 melalui SK Menkumham nomor M.HH-23.AH.11.01 mencabut SK kepengurusan hasil munas Ancol bernomor M.HH-01.AH.11.01.

Penyelesaian Melalui Jalur Politik

Hasil putusan PTUN yang diperkuat oleh MA yang menyatakan kepengurusan Golkar dikembalikan pada kepengurusan hasil munas di Riau pada 2009 akhirnya berakhir pada tanggal 31 desember 2015, babak baru kisruhpun muncul.

Mahkamah Partai Golkar (MPG) kembali bersidang setelah tidak ada kepengurusan Golkar yang memegang SK, SK Kepengurusan Golkar hasil munas Riau berakhir tanggal 31 desember 2015, SK Munas Ancol dicabut pada 30 desember 2015 dan kepengurusan hasil munas Bali hingga saat ini belum ada SK.

Total 3 kali MPG bersidang kemudian di hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta dibacakan putusannya, Muladi sebagai ketua MPG, Djasri Marin dan Andi Mattalatta sebagai anggota menetapkan tim transisi untuk rekonsiliasi partai secara total melalui munas yang aspiratif, demokratis, terbuka dan akuntabel (baca: Putusan Mahkamah Partai Golkar).

Terbentuklah tim transisi yang mengangkat BJ. Habibie selaku pelindung, Jusuf Kalla selaku ketua rangkap anggota dan beberapa anggota lainnya termasuk ARB dan Agung Laksono. Putusan MPG juga memberikan batasan waktu munas selambat-lambatnya digelar pada bulan maret 2016.

Rapimnas membahas munas yang diselengarakan kubu ARB pembukaannya berlangsung di Jakarta Convention Center, Sabtu 23 januari 2016, Yasonna Laoly yang diutus Presiden Jokowi menghadiri pembukaan diteriaki oleh kader-kader Golkar, “SK” teriak kader Golkar menyindir Yasonna yang menerbitkan SK hasil munas Ancol, Yasonna hanya tersenyum menuju kursi yang telah disediakan. Pada pembukaan rapimnas ini kubu Agung Laksono tidak hadir, sehingga membuat kecewa kubu ARB.

Sementara pada 22 januari 2016 tim transisi menggelar rapat perdana di rumah JK,  sejumlah anggota tim transisi yang telah hadir yakni Sumarsono, Siswono Yudo Husodo, Agung Laksono, Akbar Tanjung, Abdul Latief, Ginandjar Kartasasmita, Emil Salim, serta Jusuf Kalla. ARB tidak menghadiri rapat perdana.

Hingga saat ini tim transisi masih mencari solusi untuk menggelar munas, diharapkan munas bersama antara kubu Agung Laksono dan kubu ARB dapat menjadi akhir dari panjangnya polemik di partai Golkar ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun