Rapat pleno DPP Golkar guna menyelesaikan rancangan materi munas Golkar kedatangan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dengan seragam lengkap dan menyebabkan konflik terbuka, banyak kader maupun anggota AMPG terluka akibat bentrok tersebut.
Rapat pleno DPP Golkar batal dilaksanakan akibat kericuhan tersebut. Tim Penyelamat Partai Golkar dipimpin Agung Laksono dan beranggotakan Priyo Budi Santoso, Zainudin Amali, Agus Gumiwang, Yorrys Raweyai, Agun Gunandjar, Ibnu Munzir, Laurence Siburian, serta Zainal Bintang memecat ketua umum Golkar ARB dan sekjen Golkar Idrus Marham, karena dianggap tidak mampu melanjutkan rapat pleno sebagai syarat menuju arena munas, sehingga DPP resmi dikendalikan oleh Majelis Penyelamat Partai Golkar, kemudian dibentuk pejabat sementara ketua umum Golkar dan presidium penyelamat partai Golkar sebagai wadah politik.
Pada bulan november hingga 2 desember 2014 munas Golkar diselenggarakan di Bali, kemudian mengangkat ARB sebagai ketua umum baru Golkar, disela itu juga DPP Golkar dengan pejabat sementara ketua umum Agung Laksono melakukan munas di Ancol pada tanggal 6-8 desember 2014 yang memilih Agung Laksono sebagai ketua umum Golkar. Dua munas ini melahirkan dua pengurus, proses pendaftaran hasil munas pada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Menkumham Yasonna Laoly menerbitkan SK kepengurusan hasil munas Ancol, sedangkan hasil munas Bali tidak diterbitkan, karena menurut Yasonna, hasil munas Ancol yang sah secara hukum, karena munas digelar oleh pejabat sementara ketua umum Golkar, sedangkan ARB justru sebelumnya telah dipecat. Dari itulah menjadi babak baru kisruh Golkar melalui koridor hukum.
Penyelesaian Melalui Jalur Hukum
Merasa keberatan dengan SK Menkumham yang mengakui Agung Laksono, ARB melakukan gugatan terhadap SK Menkumham nomor M.HH-01.AH.11.01, ke PTUN, putusan PTUN nomor 62/G/2015/PTUN.JKT akhirnya membatalkan SK Menkumham tersebut, guna mengantisipasi terjadinya kekosongan kepengurusan Golkar jelang Pilkada serentak maka hakim menyatakan kepengurusan yang berlaku yakni berdasarkan hasil munas Riau 2009 yang memenangkan ARB.
Menkumham Yasonna Laoly keberatan dan mengajukan banding ke PTTUN, putusan PTTUN membatalkan putusan PTUN yang memenangkan ARB, melalui putusan nomor 62/B/2015/PT.TUN. JKT membatalkan putusan PTUN. Hakim berdalih meskipun kubu ARB selaku penggugat/terbanding mendalilkan SK Menkumham bertentangan dengan peraturan perundang-undangan namun kubu Agung dalam persidangan pada PTUN telah menjelaskan eksepsi dan bantahannya. Putusan PTTUN dibacakan tanggal 10 juli 2015.
ARB kembali ajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terkait putusan PTTUN yang memenangkan Menkumham, seandainya ada 1000 upaya hukum, mungkin ini akan semakin alot. Majelis hakim MA yang diketuai oleh Dr. Imam Soebechi dengan anggota Dr. Irfan Machmudin dan Supandi pada tanggal 20 oktober 2015 menyatakan putusan PTTUN yang memenangkan Menkumham batal dan dikembalikan pada hasil putusan PTUN.
Putusan kasasi MA dengan nomor 490K/TUN/2015 akhirnya menjadi akhir perseteruan melalui koridor hukum, akhirnya Menkumham pada tanggal 30 desember 2015 melalui SK Menkumham nomor M.HH-23.AH.11.01 mencabut SK kepengurusan hasil munas Ancol bernomor M.HH-01.AH.11.01.
Penyelesaian Melalui Jalur Politik
Hasil putusan PTUN yang diperkuat oleh MA yang menyatakan kepengurusan Golkar dikembalikan pada kepengurusan hasil munas di Riau pada 2009 akhirnya berakhir pada tanggal 31 desember 2015, babak baru kisruhpun muncul.
Mahkamah Partai Golkar (MPG) kembali bersidang setelah tidak ada kepengurusan Golkar yang memegang SK, SK Kepengurusan Golkar hasil munas Riau berakhir tanggal 31 desember 2015, SK Munas Ancol dicabut pada 30 desember 2015 dan kepengurusan hasil munas Bali hingga saat ini belum ada SK.