Mohon tunggu...
Sartono Sajendro
Sartono Sajendro Mohon Tunggu... penikmat bahasa, sastra, budaya -

Coretan (tangan) dari (kaki) gunung\r\n-- satoras.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

I (don't) Hate Monday

11 Oktober 2010   00:41 Diperbarui: 24 Desember 2015   17:28 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan ditemani segelas kopi, saya mulai mengetik di bawah gelap kamar. Lampu sengaja tidak saya nyalakan karena ada teman yang masih tertidur pulas. Saya tahu persis dia kurang nyaman dengan lampu yang menyala saat dia tidur. Biarlah, aku yang mengalah (hehe, kayak lagunya Mayangsari)

Senin pagi. Sering terdengar banyak orang ngomel-ngomel tentangnya. Kalimat I Hate Monday begitu sering terdengar atau terbaca di status seseorang, baik di Fb maupun di Twitter. Banyaknya orang yang menuliskannya setiap Senin seakan membenarkan bahwa hari ini kurang begitu disukai oleh sementara manusia.

Tentunya kita bisa menerka alasan kenapa mereka (atau mungkin juga kita?) begitu nggak sukanya sama hari ini. Senin berarti mereka harus kembali beraktivitas setelah dua hari berakhir pekan. Senin berarti mereka harus meninggalkan kenyamanan Sabtu Minggu, saat mereka bisa berkumpul bersama keluarga atau orang yang disayangi. Kembali ke Senin berarti mereka harus mulai berpusing ria dengan rutinitas pekerjanan di kantor, yang identik dengan setumpuk tugas, deadline, omelan bos, dan nuansa formal yang kurang memungkinkan mereka bersantai-santai seperti halnya akhir pekan di rumah.

Terlebih bagi mereka yang dikejar dealine di Senin pagi. Ungkapan I Hate Monday merupakan ekspresi yang sangat mewakili perasaannya. Mereka tidak secara langsung mengatakan I Hate Deadline atau I Hate This Job atau I Hate Seeing You My Boss, tapi menyalurkannya dengan mengumpat Senin. Mereka menumpahkan kekesalan kepada objek yang tidak mungkin tersinggung atau marah ketika diomeli. Selain itu, banyaknya orang yang mengatakan hal yang sama seakan menjadi pembenaran bagi mereka bahwa Senin memang layak untuk diomeli

Tapi tidak dengan saya. Seingat saya, jarang sekali virus I Hate Monday itu menghampiri. Sejak zaman sekolah pun saya biasanya antusias menyambut Senin. Bukan upacara benderanya yang saya nikmati, karena seringkali saya bolos dan nggak ikut upacara. Bahkan yang paling parah, dalam setahun di kelas tiga SMU, seingat saya, baru sekali saya ikut upacara bendera, itu pun upacara terakhir. Upacara yang diadakan menjelang atau sesudah Ebtanas, saya lupa, tapi yang jelas itu upacara terakhir.

Pada masa itu, yang menarik dari hari Senin bagi saya adalah kembali mengenakan seragam sekolah dan bercanda lagi dengan teman-teman. Dengan mereka saya seakan menemukan dunia yang “memaklumi” setiap tingkah yang kita perbuat. Dengan berseragam sekolah, saya merasa punya “status” dan “komunitas”. Bukankah anak sekolah selalu dalam posisi dimaklumi?enak banget kan?

Anak sekolah dimaklumi jika dia pinter dan banyak wawasan, namanya saja disekolahkan. Anak sekolah juga dimaklumi jika agak bandel dan urakan, namanya juga masih sekolah. Anak sekolah dimaklumi jika prihatin dan ngirit, maklum masih sekolah (apalagi kos). Demikian juga, anak sekolah dimaklumi jika boros dan suka hura-hura, maklum tinggal minta, belum merasakan sulitnya cari duit. Nah, posisi yang sangat enak bukan?

Selain kenikmatan berseragam kembali itu, tampaknya rasa senang saya kepada Senin pagi ialah karena kembali mendapat uang saku, biasanya untuk satu minggu. Hal yang jarang didapat di akhir pekan :)

 

 

 

Selamat Pagi, Senin, sepertinya aku masih antusias menyambutmu, meskipun tak lagi berseragam putih abu-abu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun