Dingin menyergap, kurapatkan jaket yang sedang melilit tubuh kecil ini. Aku berdiri menatap ke arah kawah semeru berada. Jonggring Saloko nama kawah tersebut. Terlihat dengan jelas asap mengepul yang keluar dari sarangnya. Sesaat, aku kembali tersadar, perjalananku menuju Danau Ranukumbolo masih harus ditempuh satu jam lagi (Masih harus melewati dua pos lagi).
Mendaki adalah salah satu kegemaran yang diajarkan oleh ayahku. Beliau selalu berkata bahwa alam dapat mengajarkan segala sesuatu mengenai kehidupan. Contohnya, Manusia harus berusaha agar dapat mencapai keberhasilannya, menyadari betapa indahnya alam yang telah Allah ciptakan, atau semacam motivasi lainnya yang membuatku mencintai sebuah pendakian.
Kabut tebal mulai datang di pandangan mata. Kawah Semeru sudah tak terlihat lagi puncaknya, sedang bersembunyi diantara kelamnya awan. Tak terelakkan lagi, hujan datang menyapa tanah Gunung Semeru tanpa peduli banyak pendaki yang ingin menikmati keindahannya. Untuk kesekian kalinya, kami memberhentikan perjalanan untuk berteduh. Pemberhentian kali ini terasa begitu lama. Kami menunggu hujan yang tak kunjung reda. Tubuh kami basah kuyup. Kami menggigil kedinginan. Pendakian kali ini merupakan pendakian terberat yang sangat berkesan.
Setelah dua jam lamanya, kami sampai di Ranukumbolo. Semua rasa lelah hilang dengan sempurna saat aku melihat jernihnya air Danau Ranukumbolo. Tak lupa dengan pemandangan bukit cinta yang terjal, turut membuat rasa lelah menguap seiring dengan hembusan napas yang berasap. Kamu yang sudah pernah datang ke sini sebelumnya tetap menunjukkan kekagumanmu terhadap indahnya Gunung Semeru. Begitu juga dengaku yang baru kali ini melihatnya secara langsung.
Setiap pendakian memiliki arti sendiri bagi yang melakukannya. Walaupun sudah berpuluh kali kamu menaklukan puncaknya, akan selalu ada kejadian istimewa yang kamu dapatkan di setiap pendakiannya. Itulah yang membuat kami, para pendaki, tak lantas mengganggap remeh hal-hal kecil. Tentunya juga membuat kami menjadi pribadi yang rendah hati, karena menyombongkan diri hanya mendatangkan malapetaka.
Kami selalu ingat bahwa semua tempat memiliki aturan, begitu juga dengan alam (Tempat dimana semua masih asli). Kami tidak boleh seenaknya sendiri dalam berperilaku. Tidak diperboleh untuk mencela. Tidak diperbolehkan untuk mengganggu kenyamanan orang lain. Tak lupa pula untuk tidak membuang sampah sembarangan. Gunung bukanlah tempat sampah.
Di balik derasnya hujan yang mengguyur Semeru untuk kedua kalinya, kami merasakan kehangatan yang luar biasa. Angin berhembus sangat kencang seolah ingin merobohkan tenda yang susah bangun kita kokohkan. Namun, tidur kami sangat pulas malam itu. Kami tidak mengeluh walau tidur kami terganggu oleh suara angin yang riuh seperti badai.Â
Berbeda dengan hari kedua saat kami bermalam di sana. Kami tidur dengan ditemani bulan yang benderang. Sebaliknya, tidur kami tidak pulas, kami bergerak kesana-kemari untuk mencari kehangatan. Ternyata cuaca yang baik justru membuat kami menggigil kedinginan.
 Sudah saatnya kami kembali pada hiruk pikuk kehidupan. Sayang, saat aku melakukan pendakian ini, bunga edelweiss (bunga abadi) sedang tak ingin menunjukkan pesonanya. Hanya 2 hingga 3 bunga yang bermekaran. Ingat, kita tak boleh membawa apapun turun kecuali sampah dan barang-barang pribadi. Perjalanan kembali pun tak seberat saat kami akan mendaki. Tak ada lagi hujan yang menemani dan kami bisa melihat pemandangan Gunung Semeru dengan mudah.
Sekarang, sepenggal kisah yang sangat berarti ini terangkai dalam barisan kata dan kalimat. Membuat kisah itu abadi seperti bunga edelweiss yang tumbuh merekah di Gunung Semeru. Suatu saat nanti, aku akan kembali kesana membuat sepenggal kisah istimewa lainnya. Puncak bukanlah segalanya bagi kami, yang terpenting dari sebuah pendakian adalah kepulangan kita ke alam untuk menjadi lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI