Mohon tunggu...
Singgih Swasono
Singgih Swasono Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya usaha di bidang Kuliner, dan pendiri sanggar Seni Kriya 3D Banyumas 'SEKAR'. 08562616989 - 089673740109 satejamur@yahoo.com - indrisekar@gmail.com https://twitter.com/aaltaer7

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lelaki Tua Menghadap Kiblat

19 Agustus 2011   10:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:38 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Episode 2.

Yaa sudah…desah suara hati melepas keluh lepas napas panjang lelaki tua menghadap kiblat, mata memandang kekejauhan menerawang kehampaan, sesal kemudian, ada. menarik napas dalam lepas. jari mengempit batang berujung bara, bibir tergetar menghisap lepas kepulan kenikmatan, kabut asap mengepul menutup wajah tua, rambut beruban tak berubah semakin merambah wajah keriput. terbatuk-batuk meludah menghela napas satu-satu menunggu penantian dalam kesendirian.

.

Episode 1

Saat itu lelaki tua tidak ada pilihan diantara himpitan kehidupan terhantam empat kekuatan tiada bisa mengelak, menghujam dalam relung hati yang paling, mata nanar melihat saat buah hati kesayangan melambaikan tangan cucu si kecil memandang tanpa dosa, melakukan perjalan panjang. ketidakpastian semakin mengubur si lelaki tua, tak berdaya tiada tangan menjangkau, lepas semua angan tinggal dalam kesendirian, semua meninggalkan ternyata. terbatuk-batuk meludah menghela napas satu-satu menunggu penantian dalam kesendirian

.

Episode 0

Dzikirulloh tak terperi terpancar bak senandung dawai biola mengalun menyanyat rintih batin, lelaki tua sujud lantunkan rintihan gending lara brata ning neng nung neng ning bagai kedahagaan bumi dikemarau tanah gersang merekah, menunggu tetes embun pagi. Lelaki tua duduk sendirian menghadap kiblat, terbatuk-batuk meludah menghela napas satu-satu menunggu penantian dalam kesendirian

.

Episode 3

Sayup terdengar getaran rasa sesal melantun surah Yaasiin mendayu mengetarkan bibir lelaki tua, suara lirih surah Al Fatihah, sesudahnya. Dalam sujud menghadap kiblat lelaki tua berguman kepedihan tak terperi, ‘ini salahku…ini dosaku… ini laknatku… terbatuk-batuk meludah menghela napas satu-satu menunggu penantian dalam kesendirian.

.

Episode cerita di Panti Jompo

Lelaki tua duduk dibawah pohon, menghadap klibat. “beliau sudah lima tahun yang lalu saat umur delapan satu tahun dibawa kesini. istrinya meninggalkan dia selagi masih sehat dulu, hartanya habis dibagi anaknya semua, (episode 1), dan selalu setiap pagi dia minta duduk disitu menghadap kiblat (episode 0, 3). dulu orang terpandang pejabat negeri, harta melimpah, dulu perokok, sekarang tidak, gerak tanganya masih seperti orang perokok (episode 2), anak-anak dan cucunya sudah hampir tiga tahun tidak pernah menyambangi,  hartanya habis dijual anak2nya, teman-teman beliau sudah pada meninggal, ngajinya dan sholatnya sambil duduk, beliau pernah mengakui waktu menjabat dapat hartanya tidak karomah/korupsi, (episode 3) cerita beliau tiga tahun yang lalu, setelah itu tidak pernah mau bicara, hanya doa dan penyesalan yang sering terdengar tidak jelas” kata pengurus Panti Jompo, saat aku menyambangi panti Jompo dan melihatnya sesak dada rasanya, menjadi inspirasi tulisanku….

salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun