Mohon tunggu...
Singgih Swasono
Singgih Swasono Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya usaha di bidang Kuliner, dan pendiri sanggar Seni Kriya 3D Banyumas 'SEKAR'. 08562616989 - 089673740109 satejamur@yahoo.com - indrisekar@gmail.com https://twitter.com/aaltaer7

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Naik 'Roller coaster' Bobotsari-Randudongkal

22 Februari 2011   23:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:22 2236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman pribadi yang tak terlupakan. ingatan melayang pada masa-masa masih sekolah menengah pertama saat pertama menginjak ibu kota Jakarta setelah tiba dan istirahat di tempat saudara paginya aku  diajak jalan ke TMI dan Ancol. salah satu hiburan yang paling berkesan 'memalukanku' pada saat itu diajak naik rollercoaster, meluncur kencang naik turun berkelak-kelok dengan kecepatan tinggi dan teriakan ngeri dan ketakutan bercampur aduk, setelah berhenti kaki gemetaran hampir tidak bisa diajak kompromi untuk jalan dan waktu itu aku bersumpah tidak akan pernah naik kereta setan tersebut, alias kapok tujuh turunan. Setelah sekian puluh tahun berlalu terulang lagi yang selama ini sudah kulupakan benar-benar lupa, ah ternyata dibawah sadar apa yang pernah terjadi di waktu lampau ternyata terjadi benar-benar terjadi diluar perkiraanku. Awalnya aku diundang oleh rekanan yang ikut mencoba mengembangkan usaha kulinerku di depan Alun-alun kecil Moga Kabupaten Pemalang sudah berjalan dua hari dan aku diminta datang pada saat hari ke tiga bersamaan pembukaan resminya. setelahku timbang-timbang antara membawa kendaraan sendiri apa naik bus umum, aku putusi naik bus umum saja dengan pertimbangan menghemat, tidak capai dan sudah luuama skali tidak naek bus. Perjalan ini pada hari minggu pagi 20/02/11 aku berangkat dari terminal bus Purwokerto menuju ke Purbalingga, ongkos Rp.5.000,- dan dari terminal bus Purbalingga oper langsung naik mini bus ke jurusan Pemalang tapi saya turun di Radudongkal tidak sampai Pemalang. Mulailah perjalan dari Purbalingga ke arah Pemalang melewati terminal bus Bobotsari dalam perjalan ini mini bus lancar sampai terminal Bus Bobotasari, cukup lama ngetem (bhs kerennya: Transit) nunggu sopir dan kru mini bus sarapan pagi dan sambil menunggu penumpang jurusan Pemalang, iseng-iseng aku perhatikan kondisi ban mini bus..ban depan-belakang VULKANISIR, setelah istirahat kurang lebih 45 menit bus berangkat ke arah Pemalang, kondisi jalan aspal hotmix mulus,  posisi jalan ada disebelah timur puncak gunung Slamet. [caption id="attachment_92592" align="aligncenter" width="300" caption="Terminal Bus Bobotsari"][/caption] Tapi inilah horror pertama perjalan pertamaku,  selepas terminal Bobotsari jalan mulai menanjak mesin diselnya mulai teriaks diiringi suara klik2 keras dari dalam kap mesin yang tepat depan kiri posisi dudukku jarak satu baris tempat duduk dibelakang sopir, teriakan dan getaran mesin terasa sekali dan bau solar bakar dan asap sangat menyengat dan satu lagi suara klakson trompet anginnya sungguh luar biasa kerasnya dan diobral sepanjang jalan Preeeng-preeeeeng wah mungkin ini kalau ada yang sakit jantung bisa-bisa kumat, batinku. Raungan getaran mesin semakin keras jalan masih menanjak datar dan berkelak-kelok tapi setelah jalan mulai menurun menanjak berkelak-kelok tajam mini bus semakin menggila dan ngebuuuut ala rollercoasteran si sopir aku perhatikan sangat percaya diri setiap ambil tikungan2 tajam, apa lagi disebelah pintu depan kiri ada kru yang ikut memandu sopir dalam melalap tikungan tajam naik turun, nah ini badanku mulai bergoyang tajam kanan kiri dan maju mundur duduknya mengikuti goyangan bus melahap tikungan-tikungan sampai-sampai badan bus saja bergetar karena begitu tajam dan cepatnya mini bus tersebut menikung kanan kiri, rem lepas-rem lepas, woow jalan menurun didepan ada kelokan lhoo koq malah pindah gigi tinggi dan tancap gas…masuk dekat kelokan kulihat sopir dengan santainya injak rem sambil memutar setir sambil badanya doyong kanan kiri tergantung kelokannya, wah ini sopir kalau ikut rellay pasti jago…tapi inikan bawa nyawa orang. yah..aku sebenarnya ada keinginan menegur sopir via kru busnya…tapi setelah melihat depan belakang luar biasa penumpang2 lainnya tenang-tenang saja dan bisa menikmati suara raungan mesin, gemretak bodi bus dan kelak kelok jalanan, aku urungkan niatnya. Sambil mata ikut meloti jalanan pikiran menerawang ke masa lalu dan berandai-andai bagaimana kalau dari depan kelokan ada kendaraan lain yang kecepatan tinggi, bagaimana kondisi ban, ini bodi apa kuat dengan getaran dan suara kreat-kreot sepanjang jalan dan bagaimana dengan kondisi rem, suara mesin meraung dan suara klek-klek keras, ban depan VULKANISIR. aku tidak habis pikir…aku hanya ingin teriaaak….rollercoaster itu kan sudah diperhitungan tingkat keselamatannya tidak pakai ban vulkanisir, lhaa ini mini bus…ya mudah2an tidak persis rollercoaster yang bisa mutar dan jungkir balik...keringat dingin ngucur basah bajuku. Gilanya lagi saat ada penumpang naik-turun tidak peduli tua muda laki perempuan, langsung mini bus tancap gas….aku tidak tahan melihat ini semua, pada saat kru bus lewat disampingku. Kutanya’ mas apa bus jalannya tidak bisa santai sedikit’ ‘bisa pak, tapi ini lagi ngejar waktu’ lhooo waktu koq dikejar? Aku diam…kaki pegal2 menahan goyangan tubuh, semoga selamat sampai tujuan….angan-anganku bisa menikmati kecantikkan alam dan desa-desa sepanjang jalan Bobotsari-Radudongkalmusnah, padahal waktu itu udara dan sinar matahari sangat cerah. Sampai jua di Randudongkal, aku tidak langsung melanjutkan ke Moga. Istirahat sebentar melemaskan kaki dipinggir jalan, kuperhatikan lingkungan kota kecil Radu dongkal rame sekali lalu lalang kendaraannya, wow disebelah kiri jalan berjejer warung sate kambing puluhan jumlahnya dan aku sempat bingung mungkin kena jetbus (kalau naik pesawat: jetlag) lho koq rame penjaga warung saling menawarkan jualannya, kepala pening mendengarnya. Ongkos Rp.10.000.- + kaki pegel2 + keringat dingin + jantung berdebar + isi otak mikir yang tidak-tidak + pening, TOTAL: selamat sampai tujuan. Setelah agak lumayan ini badan sudah diajak kompromi, aku coba masuk salah satu warung sate dan yang pertama aku pesan kopi hitam dengan sedikit gula, yah..ngopi dulu buat ngusir pening-pening dikepala…dan lucunya si penjual tidak putus asa nawari sate, sambil ngeloyor kebelakang, ngudak kopi dan begitu jua waktu naruh kopi. Aku nyawab ‘nanti pak, saya ngopi dulu lagi pening nih kepala, kaki pegel2’ langsung pelayanan diam. Nah ini setelah kepyar (pening hilang), sambil nyruput kopi aku pesan satu porsi sate. Setelah nunggu ditemani bau asap khas sate kambing, tersanding sudah didepanku sate khas Radudongkal isinya 5 tusuk setiap tusuk berisi 4 irisan daging kambing tidak beraturan besar-besar, bumbu kecap, irisan bawang merah, cabe rawit, dan tomat. Unik setiap tusuk sate ada yang empuk gurih ada juga yang kenyal-kenyal, umumnya aku menyantap sate biasanya kalau empuk lunak ya semua, anehnya satu porsi dalam waktu sekejap + nasi lenyap masuk perut semua dan harganya 1 porsi : Rp 10.000,- + Nasi: Rp. 2.000,- dan Kopi: Rp.2.000,-….(sayang aku lupa ambil gambarnya). Setelah mbayar aku langsung melanjutkan perjalanan ke arah Moga, naik angkot antar Radu dongkal – Moga ongkosnya Rp.4.000,-. Sampai jua aku di Moga, setelah selesai memberi masukkan cara-cara olah kuah bakso, dan acara mbukak warung dengan amat sangat sederhana selesai, aku ceritakan pengalamanku naik mini bus dari Bobotsari – Randudongkal sangat menakutkan, lhoo koq pada ketawa. Ah ternyata bagi mereka-mereka jalannya bus tersebut masih biasa, lhaa aku menyahut ‘oh biasa, jadi kalau sudah gedubrak (kecelakaan) baru luar biasa…’ info dari tuan rumah, katanya tidak semua mini bus jurusan Pemalang pada ugal-ugalan ala roller coaster. [caption id="attachment_92593" align="aligncenter" width="300" caption="Kota Moga, diambil dari terminal Bus Moga"]

1298391286682976222
1298391286682976222
[/caption]
1298391771725953184
1298391771725953184
Pulangnya aku diantar tuan rumah naik sepeda motor, dengan janji akan berjalan pelan dan hati-hati, tapi janji tinggal janji ternyata setelah jalan setali tiga uang dengan naik mini bus. Jadinya baru beberapa kilo jalannya aku ambil alih jadi pengemudi sampai rumah, Alhamdulillah selamat. Sebenarnya selintas aku perhatikan pemandangan alam di kanan kiri jalan arah ke Moga sangat indah tapi sayang tidak terekam baik dalam memori otak maupun gambar, lain waktu aku kesana lagi bawa kendaraan sendiri sambil ambil gambar alamnya dan kulinernya, semoga. Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun