Badut Yang Jadi Pejabat
Kita mungkin sering melihat orang-orang yang selalu bersama dengan pemimpin dalam setiap aktivitas mereka. Mereka memiliki peran yang beragam. Ada yang sekedar menjadi pembawa tas, pembuka pintu mobil tapi ada juga yang diberi peran sangat penting.Â
Salah seorang pimpinan organisasi yang saya kenal pun demikian. Saya mengenal beberapa orang kepercayaannya. Di waktu ketika mereka tidak harus mendampingi pimpinan, kami sering bergurau bersama. Dari gurauan itu saya mengetahui fungsi mereka yang sesungguhnya di mata pimpinan.
Mereka hanya berperan sebagai 'badut'. Mereka berfungsi menghibur sang pemimpin ketika suasana sedang suntuk. Kemampuannya dalam bekerja tidak diutamakan. Mereka tidak bisa memberi masukan yang konstruktif terhadap permasalahan yang dihadapi organisasi. Jika diajak bicara serius pun hanya bisa berlagak mengerti padahal sebaliknya. Tapi tanggapan 'sok tahunya' justru mengundang gelak tawa pimpinan.
Saya sempat mengistimewakan posisi mereka. Saat itu, saya berpikir setiap pemimpin akan butuh orang kepercayaan semacam itu. Akan tetapi pandangan saya berubah setelah para badut tersebut diberikan tanggung jawab yang lebih besar dengan menduduki jabatan tertentu yang pada akhirnya membuat roda organisasi terganggu.
Ketika mereka masih menjadi 'punakawan', semua orang terhibur dengan omong kosongnya. Ketika sudah menjadi pejabat, kerusakan mulai terjadi dalam organisasi. Mereka yang kami kira hanya bodoh, ternyata menjelma menjadi perusak organisasi. Sayangnya, pimpinan tak menyadari hal ini. Jasa mereka ketika menjadi badut terlalu besar, sehingga mengalahkan objektivitas pemimpin dalam memilih orang yang tepat untuk mengisi jabatan tertentu.
Orang Kepercayaan Umar Bin Abdul Aziz
Siapapun yang tengah berada di pucuk kepemimpinan bisa menghadapi kondisi tersebut. Siapapun akan berusaha mendekati pemimpin dengan berbagai motif. Hal itu sudah menjadi konsekuensi yang barus dihadapi oleh seorang pemimpin.
Pemimpin yang baik tentu tahu cara menyikapi hal tersebut. Ada banyak sosok pemimpin yang bisa diteladani dalam hal memilih orang dekat/kepercayaannya-salah satunya-Umar bin Abdul Aziz.
Dikisahkan oleh Dr. Ali Muhammad Ash-Shollabi dalam bukunya, bahwa Umar pernah menahan seorang laki-laki yang melakukan kejahatan melebihi batas maksimal masa tahanannya. Saat itu ia tengah menjabat sebagai Gubernur Madinah. Mengetahui perbuatannya, orang kepercayaan Umar yang bernama Muzahim datang dan memintanya untuk membebaskan laki-laki tersebut namun Umar menolak.
"Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku melakukan penyelidikan secara lebih ketat dari sebelumnya". Kata Umar.