Di awal masa jabatannya, Presiden Prabowo Subianto membatasi jajarannya untuk melakukan perjalanan dinas.
Dilansir dari berbagai media, setidaknya lima puluh persen dari anggaran dinas yang tersisa di tahun anggaran 2024 sudah 'diblokir', begitu juga di tahun depan. Akibatnya, ASN yang menggantungkan hidup dari perjalanan dinas pun harus menahan diri.
Kebijakan serupa pernah ditelurkan oleh Presiden Joko Widodo. Beliau pernah meminta jajarannya untuk tidak menghabiskan anggaran hanya untuk rapat di luar kantor dan perjalanan dinas.
Seiring dengan badai yang menerpa nama baik Presiden Joko Widodo, kebijakan itu seolah hilang tertiup angin. Lazimnya budaya rapat di luar kantor dan perjalanan dinas yang inefisien tak mampu 'disapu bersih' oleh Jokowi.
Lantas, apakah penerusnya akan mengalami hal serupa?
Faktanya, kebijakan penghematan anggaran untuk perjalanan dinas masih saja diakali. Gambar yang dimuat pada bagian awal tulisan ini adalah salah satu modusnya.
Modus merekayasa pertanggung jawaban penggunaan anggaran perjalanan dinas sudah menjadi lumrah. Pada tangkapan layar di atas, salah seorang ASN menginformasikan rekan-rekannya untuk segera memasuki ruang rapat dan mengenakan kostum yang berbeda dari sebelumnya.
Tujuannya agar dokumentasi rapat menggambarkan bahwa-seolah-olah-rapat di luar kantor sudah dilaksanakan sesuai jumlah hari yang diakomodir dalam anggaran perjalanan dinas. Sehingga, mereka tidak perlu berlama-lama menghabiskan waktu untuk rapat.Â
Tidak jarang hasil rapat yang seharusnya bisa dibawa ke kantor, justru harus dilanjutkan lagi di kantor. Prinsipnya, selama dokumentasi rapat untuk beberapa hari ke depan sudah tersusun, mereka bisa menggunakan waktu 'bebas' yang tersisa untuk aktivitas lain.Â
Entah berapa Presiden lagi sampai kita bisa melihat penyelengaraan Negara benar-benar dilaksanakan dengan baik oleh aparatur yang berintegritas. Yang kita tahu, kita bisa mempercepat terwujudnya kondisi itu dengan turut mengawasi dan mengkritisi.