Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Benturan Kepentingan Bukan Korupsi

24 September 2024   16:23 Diperbarui: 25 September 2024   08:41 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Corruption Watch

Ternyata benturan kepentingan bukan termasuk tindak pidana korupsi. Kok Bisa? Padahal, pada akronim KKN, huruf 'N' berarti nepotisme yang dapat diartikan sebagai benturan kepentingan. Akronim ini sudah sangat lekat dengan kampanye antikorupsi. Bahkan, masyarakat sudah terlanjur meyakini bahwa nepotisme atau benturan kepentingan adalah salah satu dari perbuatan koruptif. Bagaimana kita harus memahami kondisi ini?

Sempitnya definisi tindak pidana korupsi tergambar dari status 'anak tiri' dari benturan kepentingan dalam pengaturan tindak pidana korupsi memang nampak pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Di dalam Undang-Undang tersebut benturan kepentingan yang digolongkan sebagai tindak pidana korupsi hanya yang terjadi di dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal ini menunjukan adanya kekosongan hukum dalam pengaturan benturan kepentingan secara luas bagi penyelenggara negara. 

Almas Sjafrina - Peneliti ICW, dalam Peluncuran Modul Akademi Antikorupsi dan Diskusi Publik bertajuk "Konflik Kepentingan Sebagai Pintu Masuk Korupsi" yang diselenggarakan oleh ICW di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, 24 September 2024, membagikan pandangannya terhadap kejanggalan ini. 

Menurutnya, benturan kepentingan adalah pintu masuk dari korupsi. Begitu juga sebaliknya, benturan kepentingan bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Korupsi juga bisa menjadi 'hulu ledak' dari benturan kepentingan itu sendiri.

Wajar saja jika publik sering dipertontonkan dengan 'sirkus' benturan kepentingan dimana penyelenggara negara kerap menjadi 'badut-badutnya'. Dimana, tontonan itu justru memberi nilai edukasi yang menyimpang di mata masyarakat: "pemimpinnya saja boleh melakukan nepotisme, maka masyarakat pun boleh meniru".

Meski benturan kepentingan belum dinyatakan dengan lugas sebagai bagian dari tindak pidana korupsi, Almas mengilustrasikan bagaimana benturan kepentingan itu lekat dengan korupsi. 

Contoh korupsi menjadi pintu masuk benturan kepentingan dapat diumpamakan dengan gratifikasi dari Penyedia yang diterima oleh penyelenggara negara. Efek jangka panjang dari gratifikasi tersebut akan mempengaruhi keputusan penyelenggara negara dalam menetapkan penyedia di pengadaan selanjutnya. Keputusan yang tidak independen tersebut merupakan bukti adanya benturan kepentingan. Contoh lainnya bisa terlihat juga di dunia pendidikan. Guru yang menerima hadiah dari Orang Tua Murid akan berpotensi menimbulkan benturan kepentingan pada saat pemberian nilai.

Sementara itu, contoh benturan kepentingan yang menjadi pintu masuk korupsi, salah satunya bisa kita duga terjadi pada keberpihakan Presiden Joko Widodo kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih saat pemilu berlangsung. 'Salah lainnya' mencuat dari pinjaman jet pribadi yang digunakan Kaesang dan istrinya untuk bepergian ke luar negeri.

Dalam dua kasus di atas, nampaknya kita masih bisa bernafas panjang. Sebab, meski jelas-jelas ada indikasi benturan kepentingan, namun pembuktian delik korupsi-nya masih menunggu hilal. Semoga saja sisa waktu yang ada ini tidak berujung pada ungkapan: "hmmm sudah saya duga" atau dengan kata lain benturan kepentingan itu memang menjadi 'mahar' untuk korupsi di masa yang akan datang.

Seluruh narasumber yang hadir dalam acara tersebut sepakat bahwa salah satu faktor utama pencegahan benturan kepentingan adalah keteladanan dari pemimpin. Semoga saja, Presiden terpilih bisa memutar balikan asumsi kebanyakan orang yang meragukan komitmennya dalam pemberantasan korupsi dan kita semua bisa menjauhkan diri dari perbuatan koruptif dengan meneladani sikapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun