Mohon tunggu...
Sastrokechu
Sastrokechu Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh Laju// Penyintas Kehidupan Urban// Peminat Program Swanirwana

#Tan Hana Dharma Mangrwa #Yungalaaahhh Gusti, menawi kulo salah dalan jenengan shareloc mawon

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penjara dan Massive Idle Labor #2

27 Mei 2022   00:24 Diperbarui: 25 Juni 2022   12:22 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Pribadi Sastrokechu

Ternyata butuh waktu yang cukup panjang untuk menyambung kembali #series2 yang dengan sadar saya nadzar-kan hampir satu bulan yang lalu. Hiruk-pikuk kehidupan urban dan runtinitas monoton sebagai buruh perusahaan non-profit mampu menjadi stimulan komposisi “malas” yang sebetulnya sudah menjadi bakat saya dari kecil-dan alhamdulillah berkembang. Sebagaimana kolega saya sering dalilkan, "Al imanu yazidu wa yanqushu", bahwa keimanan itu sangat fluktuatif kadang diatas kadang dibawah, maka saya berusaha memaklumi ketidaksemangatan ini adalah hal yang lumrah. Terkesan pembenaran? memang, karena sejak bergaul dengan kolega yang saya maksud tadi, saya mulai lihai melakukan pembenaran-pembenaran pada hal apapun. Bukan pengaruh buruk sebetulnya, karena yang saya rasakan ini lebih kepada positive thinking akut, dimana salah dan benar itu menyublim dalam sebuah ruang udara yang mau tidak mau kita hirup tanpa mampu memilahnya kembali. Piye jal, Bingung kan? Tidak banyak yang bertahan atau bahkan tertarik pada obrolan saya dengan kolega saya, kalau pun ada yang nimbrung dan bertahan lama maka dipastikan dia orang yang bingung mau ngobrol sama siapa lagi…

Yowis lah…biar ndak bingung baca Bismillah


Pada tanggal 5 Juli 1963, Sahardjo secara tegas mengemukakan bahwa "tujuan pidana penjara adalah Pemasyarakatan." Pemasyarakatan secara konseptual oleh Sahardjo disandarkan pada prinsip bahwa dalam pelaksanaan pemenjaraan, negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dia dipenjarakan, dan ia harus dapat dikembalikan ke dalam kehidupan masyarakat sebagai warga masyarakat yang berguna.
Dalam perubahan paradigma ini, Pemasyarakatan diletakkan sebagai shifting positif dari pemenjaraan serta sebagai penanda berkembanganya tujuan penghukuman yang rasional, humanis, dan lebih mempromosikan prinsip-prinsip perbaikan daripada perlakuan yang menyiksa.
Bersandar pada aphorisma dari Sanford Bates, “men are sent to prison as punishment, not for punishment” (orang dikirim ke penjara sebagai hukuman bukan untuk diberi hukuman), maka dalam keterhukuman narapidana seharusnya diisi dengan penyadaran, peningkatan kualitas, dan upaya-upaya lain untuk memperkecil gap konfliknya dengan korban dan masyarakat. Dengan cara pandang tersebut maka tujuan hukum pidana sebagaimana diharapkan Sahardjo untuk melindungi masyarakat dengan mereduksi unsur-unsur kejahatan pada pelanggar hukum dapat diwujudkan. Sebuah tujuan penting dari suatu pemidanaan dimana melakukan perbaikan pada para pelanggar hukum lebih efektif daripada hanya sekedar melakukan inkapasitasi para pelanggar hukum dalam sebuah institusi tertutup dan mencabut sebagian hak-hak mereka.
Dari sini kita dapat melacak kembali bahwa negara mempunyai kewajiban untuk mendidik narapidana agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Oleh karena itu selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan, bahkan harus diberikan didikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang ada di masyarakat.
Dikatakan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang ada di masyarakat, karena terdapat harapan besar terhadap para narapidana ketika berintegrasi kembali dengan masyarakat mereka memiliki skill yang berguna dalam mendukung pembangunan nasional. Jadi pekerjaan di Lapas bukan bersifat mengisi waktu luang atau untuk berkesibukan ala kadarnya.
Pada tataran implementatif hal tersebut diatas diwujudkan, salah satunya, melalui kegiatan kerja produksi yang sarat dengan muatan peningkatan kapasitas dan lebih mengarah pada kesejahteraan sosial dan ekonomi. Kegiatan tersebut ditujukan sebagai upaya untuk pengembangan keterampilan/life skill, membentuk kedisiplinan dan sikap kerja, serta memperluas peluang keberhasilan untuk proses kembalinya mereka ke masyarakat. Karena pada inti pengembalian para pelanggar hukum ke dalam masyarakat tidak akan menjadi penting jika tidak pernah menyentuh secara serius terhadap aspek kesejahteraaan sosialnya.
Peluang kegiatan kerja produksi di Lapas dapat dipastikan sangat terbuka lebar, apalagi jika melihat jumlah sumber daya manusia di Lapas saat ini, maka sangatlah potensial untuk menyelenggarakan kegiatan produksi yang bersifat massal. Apabila jumlah sumber daya manusia ini dioptimalkan sebagai motor penggerak kegiatan kerja, tentu saja akan memberikan dampak yang baik dalam mengatasi masalah massive idle labor di Lapas. Kondisi ini dapat digambarkan sebagai upaya pemberdayaan terhadap tenaga potensial yang secara finansial akan mendatangkan keuntungan. Baik bagi narapidana itu sendiri dengan upah/premi (yang dapat digunakan sebagai bekal setelah mereka bebas nanti) maupun bagi negara yang mendapat pemasukan melalui PNBP.
Faktor lain yang dapat dijadikan penguat adalah ketersediaan lahan yang dimiliki oleh pihak Lapas rata-rata cukup luas. Salah satu lahan yang tersedia dan dapat digunakan sebagai tempat yang potensial untuk kegiatan kerja produksi bagi narapidana contohnya seperti di Pulau Nusakambangan. Berdasarkan data yang ada, Pulau Nusakambangan memiliki luas secara keseluruhan (termasuk tanah timbul) mencapai ± 12.202,50 ha atau setara dengan ± 12.202.500 m2. Dari luas area tersebut, luas area yang sudah digarap baru sekitar 142.800 m2, selebihnya belum tersentuh sama sekali. Lahan tidur yang cukup luas dan potensial ini perlu dioptimalkan menjadi lahan kegiatan kerja produksi di bidang pertanian dan perkebunan. Tentu saja pengelolaan lahan tersebut diharapkan akan banyak menyerap para narapidana sebagai tenaga kerja.
Disisi lain melihat banyaknya jumlah narapidana ditambah dengan jumlah petugas Pemasyarakatan beserta keluarga dari pihak-pihak tersebut, ini merupakan pangsa pasar yang cukup menjanjikan. Setiap dari mereka adalah calon konsumen yang sangat potensial, khusunya produk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dapat dibayangkan jika seluruh narapidana dan petugas Pemasyarakatan menggunakan satu produk yang dihasilkan oleh Lapas, maka bukan tidak mungkin ini menjadi sebuah batu loncatan bagi produksi Lapas sebelum mereka melakukan ekspansi ke pasar bebas. Dengan kata lain kita dapat melakukan penjajakan pasar melalui "pasar lokal" kita sendiri sebelum mengembangkan jerat pikat ke ceruk pasar yang lebih luas. Atau mungkin kekuatan "pasar lokal" kita lah yang akan melakukan sebuah endorsement terhadap pasar yang lebih luas, sehingga mampu menjadi kiblat dari satu atau dua produk yang bersaing di pasar bebas.
Respon ini dilakukan sekaligus untuk menepis labeling publik terhadap Lapas sebagai lembaga konsumtif dan parasit. Dengan adanya kegiatan kerja produksi di Lapas maka institusi ini didorong untuk menjadi lembaga yang produktif dan menjadi salah satu wahana dihasilkannya produk-produk berkualitas yang mampu bersaing dalam pasar domestik maupun mancanegara. Di lain sisi kegiatan kerja produksi di Lapas bisa didapuk menjadi kawah candradimuka dalam menyiapkan calon tenaga kerja tangguh yang siap berkompetisi dalam persaingan global.
Sehingga pada akhirnya upaya membangun kapasitas pelanggar hukum melalui kegiatan kerja produksi yang dilakukan oleh Pemasyarakatan dapat menghilangkan stigma buruk publik. Bahkan lebih jauh lagi diharapkan, program tersebut dapat dielaborasi dalam pembangunan nasional dengan menggerakan roda perekonomian melalui sektor industri kecil dan menengahnya serta berkontribusi pada pendapatan negara bukan pajak.
Semangat untuk mengembangkan kegiatan kerja produksi di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan manifestasi dari upaya untuk memberikan "bekal hidup" bagi narapidana. Selain itu, sebagai salah satu usaha dalam pengintegrasian kembali ke dalam masyarakat, kegiatan kerja produksi di Lapas diharapkan dapat menjadi bridging bagi para narapidana untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi negara secara aktif sehingga menimbulkan rasa turut bertanggung jawab para pelanggar hukum dalam usaha bersama membangun bangsa.


#series2
bersambung...
Jakarta, 27 Mei 2022
@Sastrokechu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun