Mohon tunggu...
Sastrawan Batangan
Sastrawan Batangan Mohon Tunggu... -

Sastrawan Batangan, yang lahir di Surabaya, pernah mukim di Surabaya, Malang, Bogor, Jakarta, Depok dan Cibinong. Hobi waktu senggangnya antara lain adalah membaca berbagai tulisan tentang kehidupan serta menulis puisi, artikel dan cerita berbasis makna hidup dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sirna Ing Bumi Paku(w)an, 1501 Saka

21 Maret 2015   12:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426915018169147201

Pakuan Pajajaran,
kota yang dibangun dari masa ke masa,
hanyut sudah oleh waktu,
saat prabu demi prabu
yang tak lagi diharumi semerbak Siliwangi,
tak bisa tuntaskan ribut antar menak
tak kuasa cegah kerabat langgar pamali
tak dapat hindari maksiat punggawa nagari
tak tegas atasi uang dan wanita jadi panglima
tak tuntas tumpas begal, rampok dan pemberontak
dan
tak mampu atasi rakyat melarat dan tertindas.

Pakuan Pajajaran,
larut sudah oleh waktu,
ketika sang raja,
Ragamulya Suryakancana,
yang tak lagi tahu mana hamba setia,
yang tak lagi mampu persatukan rakean dan kuwu
lebih suka mengungsi ke Gunung Pulasari.

Pakuan Pajajaran,
benar-benar sirna oleh waktu
kala tanggal 11 bagian terang wulan Wesaka
warsa 1501 Saka,
pintu gerbang kutaraja,
depan alun-alun Empang,
dibuka orang-orang dalam,
memasukkan pasukan Maulana Yusuf,
mengkarangabangkan bangunan indah di atasnya
membumikan ‘tikus-tikus’ yang menguasai istana
lalu
membawa batu gilang ke Banten Surosowan.

Pakuan Pajajaran,
yang sirna oleh waktu,
membiarkan Suryakancana tapa di Gunung Pulasari,
tempat karuhun Salakanagara
mengawali catatan sejarah Sunda.
Membiarkan Jayaperkosa mengungsikan pusaka istana
lalu memahkotakannya pada Geusan Ulun di Sumedang.

Dan Pakuan Pajajaran,
yang benar-benar tenggelam oleh waktu,
menyisakan lembah dan tebing kali Cisadane,
Cipakancilan dan Ci(ha)liwung.
Menyisakan nama Lawang Seketeng dan Lawang Gintung.
Mewariskan keindahan Sukabiru, Talaga Warna,
Puncak dan Telaga Rena Mahawijaya.
Dan
melegendakan kebenaran tutur karuhun
tentang pupusnya sebuah negeri
karena hilangnya wibawa
dan pembiaran ulah “tikus-tikus seputar kekuasaan”

Sastrawan Batangan, Cibinong, 21-3-2015

Catatan : (1) Sebagai memori hancurnya Kutaraja Pakwan (Pakuan), ibukota Kerajaan Pakuan Pajajaran, saat pasukan Maulana Yusuf menyerbu tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka 1501 Saka, 11 Rabiul Awal 987 H, 8 Mei 1579 M, (2) Ragamulya Suryakancana, raja terakhirnya, telah lama mengungsi ke Gunung Pulasari, dekat Pandeglang, (3) Jaya Perkosa adalah yang mengungsikan mahkota ke Sumedang dan berharap Pangeran Geusan Ulun bersedia mewarisi Kerajaan Pakuan Pajajaran, (4) Sumber foto : id.wikipedia.org

[caption id="attachment_356700" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber foto ; id.wikipedia.org"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun