Mohon tunggu...
Sastrawan Batangan
Sastrawan Batangan Mohon Tunggu... -

Sastrawan Batangan, yang lahir di Surabaya, pernah mukim di Surabaya, Malang, Bogor, Jakarta, Depok dan Cibinong. Hobi waktu senggangnya antara lain adalah membaca berbagai tulisan tentang kehidupan serta menulis puisi, artikel dan cerita berbasis makna hidup dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Pul, Awakmu Gelem Diadusi Paitun Gundul, Thah?

25 Maret 2015   15:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:02 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kalau tak mau makan,
nanti dipanggilkan Paitun Gundul, lho.
Ayo makan !”
Anak kecil pun takut lalu mau makan.
“Kalau tak mau mandi,
nanti dimandikan Paitun Gundul, lho.
Ayo mandi !”
Anak kecil pun takut lalu mau mandi.
“Kalau nakal,
nanti Paitun Gundul datang lho.
Ayo jangan nakal !”
Anak kecil pun takut lalu mau menurut.

Paitun Gundul,
wanita gelandangan Kota Malang tahun 1960-an,
yang katanya tak waras karena kehilangan bayinya,
yang kemana-mana bawa gendongan dan payung,
yang dikenal namanya tapi banyak yang tak tahu sosoknya.
yang katanya punya anak tapi entah di mana,
namanya memang sering dipakai agar anak menurut.
Kalau tidak,
mungkin orang seperti Ipul, Kabul
dan banyak orang asal Malang usia 60 tahunan
tak berhasil seperti sekarang.

Maka usai cerita kembali soal Paitun Gundul,
Kabul bertanya kepada Ipul, seorang pengusaha besar.
“Ipul, awakmu gelem diadusi Paitun Gundul, thah ? “,
tanya Kabul, seorang politisi sahabat karib Ipul (1)
“Ah, emoh ah. Ayas lak wis gede thah...Gak Ilok ! ”
jawab Ipul. (2)

Catatan : (1) Sebagai memori atas keberadaan Paitun Gundul di Malang sekitar periode 1960-1970.(2) “Ipul, awakmu gelem diadusi Paitun Gundul, thah “ (bahasa Malangan) = “Ipul, kamu mau dimandikan Paitun Gundul ? “ ; (3) “Ah, emoh ah. Ayas lak wis gede thah...Gak Ilok ! ” (bahasa Malangan) = Ah tak mau, saya kan sudah besar. Tidak etis “ ; (4) Sumber foto : http://es.twtrland.com/profile/bernadoadhy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun