Mohon tunggu...
Sastrawan Batangan
Sastrawan Batangan Mohon Tunggu... -

Sastrawan Batangan, yang lahir di Surabaya, pernah mukim di Surabaya, Malang, Bogor, Jakarta, Depok dan Cibinong. Hobi waktu senggangnya antara lain adalah membaca berbagai tulisan tentang kehidupan serta menulis puisi, artikel dan cerita berbasis makna hidup dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sains Gombal Teknologi Kumal

20 Februari 2015   22:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:48 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, buat apa ada ilmu filsafat,
kalau itu hanya menengadah ke langit
mencari kebenaran terstruktur,
sementara kaki menginjak bumi dalam jiwa yang kosong
dimakan pertanyaan
yang entah kapan terjawab,
kalaupun ada,
hanya sekadar jawaban untuk kepuasan sendiri,
tak peduli orang lain tahu ataukah tidak.

Ya, buat apa sejarah,
kalau itu hanya sekadar daftar tahun kejadian tanpa makna,
kalau itu tidak menstimuli kesadaran dan kemauan
untuk tidak perang,
untuk tidak saling berebut kekuasaan,
penyebab derita berkepanjangan,

Ya, buat apa ada ilmu sosiologi,
kalau itu hanya sekadar disertasi
tentang tingkah laku masa,
lalu dengan itu pula
merekayasa masa untuk kepentingan kekuasaan.

Ya, buat apa ada ilmu psikologi,
kalau itu hanya jadi komoditas semniar,
sementara si anak dan remaja makin binal
karena minus kasih sayang,
sementara si ibu makin berani kepada bapak
karena ingin emansipasi,
sementara si bapak masih suka terkekeh-kekeh di panti pijat,
lebih nikmat daripada di rumah
sementara si pekerja masih sangar memelototi si pengusaha
yang pelit berbagi profit

Ya, buat apa ada ilmu ekonomi,
kalau itu hanya sekadar keseimbangan pendapatan dan belanja,
sementara kelebihan si kaya masih sulit menetes kepada si miskin,
sementara si miskin masih hanya sekadar menunggu pemberian si kaya

Ya, buat apa ada ilmu politik,
kalau itu hanya sekadar mengamati kejuaraan fitnah,
kalau itu hanya sekadar melihat kontes memenangkan pemilihan,
sementara pikiran kebangsaan,
pikiran kemanusiaan,
menjadi sekadar hanya nomor dua.

Ya, buat apa teknologi,
kalau kemudian hanya sekadar jadi barang dagangan,
sementara orang banyak masih saja susah.

Ya sains, ya teknologi
sama-sama gombal,
sama-sama kumal,
jika hanya untuk itu.

(SastrawanBatangan, 198508/200904/20150220)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun