Mohon tunggu...
The Sas
The Sas Mohon Tunggu... Seniman - Si Penggores Pena Sekedar Hobi

Hanya manusia biasa yang ingin mencurahkan apapun yang ada dalam isi kepala

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pak Tua, Sudahlah! (Catatan Buat Buffon)

14 Mei 2021   19:52 Diperbarui: 14 Mei 2021   19:59 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berhentilah begitu sampai puncak. Mungkin prinsip ini ada yang dipegang beberapa pelatih dan pesepakbola saat memutuskan pensiun. Sir Alex Ferguson berhenti menjadi pelatih Manchester United usai mengantarkan timnya menjuarai Premier League 2012/13. Hampir 27 tahun bersama Setan Merah sudah dirasa lebih dari cukup bagi Sir Alex, karena kini ia bahagia bisa membayar "hutang waktu" berkumpul dengan keluarga yang selama ini lebih tercurah pada pekerjaan. Pria Skotlandia itu pantas bangga bahwa dirinya tidak dipecat, tapi berhenti dengan sendirinya. Bandingkan dengan koleganya, Arsene Wenger. Manajer asal Perancis itu identik dengan Arsenal (1996-2018), namun pergi dengan cara kurang mengenakkan karena performa tim yang merosot dan finish diposisi enam.

Zinedine Zidane memilih pensiun sebagai pesepakbola usai final Piala Dunia 2006 (walau sedikit tercoreng karena noda kartu merah dirinya oleh menanduk dada Marco Materazzi). Diusianya yang 34 tahun saat itu, secara teknik dan kualitasnya masih hebat. Sisa kontraknya di Real Madrid pun masih ada satu tahun dan dapat diperpanjang lagi. Namun gelandang elegan Perancis itu sadar diri kondisi fisiknya tak lagi mumpuni bermain di kompetisi level atas. Zidane kemudian beralih ke dunia manajerial, dan dalam lima tahun terakhir menjelma menjadi pelatih top Eropa bersama Madrid.

Diusianya yang kini 43 tahun, entah apa yang masih dicari oleh seorang Gianluigi Buffon. Hampir semua kejayaan telah ia raih (kecuali Liga Champions). Disaat teman-teman seangkatannya yang merupakan generasi emas Italia (seperti Francesco Totti, Andrea Pirlo, Fabio Cannavaro, Gennaro Gattuso, Alessandro Del Piero, Filippo Inzaghi, Luca Toni, Alessandro Nesta, dll) sudah banyak pensiun dan ada yang jadi pelatih, Buffon masih tetap aktif bermain sampai sekarang.

Pada tahun 2018 mantan kiper termahal dunia itu pindah ke Paris Saint Germain, setelah mengabdi selama 17 tahun dengan Juventus. Namun hanya semusim di Perancis, Buffon balik lagi ke Juventus pada awal musim 2019/20. Kesempatan langka dapat satu tim dengan bintang sekaliber Cristiano Ronaldo tentu tak boleh dilewatkan. Mungkin juga obsesi dan ambisi Buffon terhadap gelar Liga Champions yang tak pernah padam dan tak kunjung kesampaian. Apalagi faktor CR7 sebagai Mr.Liga Champions membuat kans Juventus berjaya di Eropa semakin besar. Namun yang terjadi tidak seindah diatas kertas, dalam dua musim terakhir  tim Zebra masih belum bisa bicara banyak. Makin penasaranlah Buffon setelah tiga kali "nyaris" juara dengan menjadi runner-up Liga Champions ditahun 2003, 2015,dan 2017.

Musim 2020/21 ini akan menjadi tahun terakhir kebersamaan Buffon dan Juventus, seperti yang ia ungkap kepada beIN Sports (12 Mei 2021). Habis kontrak, tapi belum tentu benar-benar pensiun sebagai pesepakbola.

"Entah saya berhenti bermain, atau jika saya menemukan situasi yang memotivasi saya untuk terus bermain atau merasakan pengalaman hidup yang berbeda, saya akan mempertimbangkannya," kata Buffon.

Pemenang Piala Dunia 2006 tersebut seperti masih bimbang memutuskan masa depannya. Kemudian ada yang ambigu pada pernyataan Buffon berikutnya:

"Kami telah mencapai akhir dari sebuah siklus dan adalah benar bagi seseorang untuk menghilangkan adanya gangguan."

Ya, kata "akhir dari sebuah siklus" dan "gangguan". Semestinya sebagai seorang pemain sarat pengalaman, Buffon harusnya paham jika sebuah tim sudah mengalami akhir dari sebuah siklus (kejayaan), maka fondasi utama tim adalah para pemain muda. Bukan pemain veteran seperti dirinya. Demi keberhasilan regenerasi, yang tua mesti memberikan kesempatan kepada anak muda untuk tampil. Pergilah dengan kepala tegak ketika masih dielu-elu pemuja, bukan baru mundur setelah dihujat dan merasa diri sebagai "gangguan" dalam tim.

Konon dilansir dari La Gazzetta dello Sport, Buffon ingin hengkang dari Juventus karena hubungan yang kurang harmonis dengan Andrea Pirlo, mantan rekan setim yang kini jadi pelatihnya. Kabarnya, Buffon ingin mendapatkan menit bermain lebih banyak musim ini dan berharap bisa lebih terlibat dalam ruang ganti. Nah, bagaimana regenerasi mau berjalan jika yang tua masih mau jadi sorotan?

Meski hengkang dari Nyonya Tua, ternyata Buffon tak sepi peminat dari klub-klub Eropa yang ingin memakai jasanya. Pertanyaannya: apa lagi yang ingin dia cari?

Mengutip lirik lagu lawas: "Pak Tua sudahlah, engkau sudah terlihat lelah (oh ya)/ Pak Tua sudahlah, kami mampu untuk bekerja (oh ya)."

(Bangka, 14 Mei 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun